Ketua tim kuasa hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Bambang Widjojanto memaparkan perbaikan permohonan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK).
Pada paparannya, tim kuasa hukum BPN menyorot dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pasangan calon (paslon) nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin. BPN juga menyebut pelanggaran yang dilakukan oleh paslon nomor urut 01 ini membuat hasil rekapitulasi suara Pilpres 2019 tidak sah secara hukum.
Ada dua bagian gugatan yang diutarakan Bambang pada sidang perdana PHPU Pilpres 2019, terkait tidak sahnya hasil Pilpres 2019, yakni adanya cacat formil dan materiil.
Cacat formil menurut BPN ditunjukkan dari masih menjabatnya calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 01 Ma'ruf Amin sebagai Ketua Dewan Pengawas Syariah di dua bank berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah.
Bambang menyebut, Ma'ruf Amin telah melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 227 Huruf p. Ia menyebut, jika Ma'ruf hendak maju sebagai kontestan pada Pilpres 2019, maka seharusnya sudah mengundurkan diri dan menyerahkan surat pengunduran diri kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pelanggaran ini menurut Bambang dapat menjadi dasar bagi MK untuk mendiskualifikasi paslon nomor urut 01.
(Baca: MK Gelar Sidang Pilpres, Jokowi Minta Masyarakat Hormati Proses Hukum)
Sedangkan, cacat materiil menurut tim kuasa hukum BPN ada pada kejanggalan dana kampanye paslon nomor urut 01. BPN menyebutkan bahwa dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) calon presiden (capres) nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) tercatat kas dan setara kas berjumlah Rp 6 miliar.
Namun, sumbangan pribadi Jokowi di dalam Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) pada 25 April 2019 tercatat sebesar Rp 19.508.272.030 dalam bentuk Uang dan Rp 25.000.000 dalam bentuk barang.
Selain itu, pada LPSDK paslon nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf tercatat ada sumbangan dari perkumpulan golfer TRG sebesar Rp 18.197.500.000 dan perkumpulan golfer TBIG sebesar Rp 19.724.404.138.
Gugatan materiil BPN Prabowo-Sandiaga ini didasarkan atas analisa Indonesia Corruption Watch (ICW), yang menduga bahwa golfer TRG dan TBIG merupakan perusahaan milik Wahyu Sakti Trenggono, yang merupakan bendahara TKN Jokowi-Ma’ruf, yakni PT Tower Bersama Infrastructure TBK dan Teknologi Riset Global Investama.
Selain itu, BPN Prabowo-Sandiaga juga menduga ada sumber fiktif dari penyumbang dana kampanye Jokowi-Maruf. BPN Prabowo-Sandiaga menduga ada upaya menyamarkan sumber asli dana kampanye yang bertujuan memecah sumbangan agar tidak melebih batas dana kampanye dari kelompok sebesar Rp 25.000.000.000.
Bambang menyebutkan ada kejanggalan, karena ada sumbangan senilai Rp 33.963.880.000 dengan beberapa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sama, namun memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang berbeda.
Atas paparan cacat formil dan materiil ini, Bambang meminta agar Majelis Hakim MK menelaah dugaan-dugaan yang disampaikan kuasa hukum BPN.
"Memohon majelis hakim memberikan pandangan atas dugaan kecurangan dana kampanye dan jabatan tersebut dengan sedetail detailnya," kata BW pada saat memaparkan gugatan di ruang sidang MK, Jakarta, Jum'at, (14/6).
(Baca: Sidang MK, Denny Indrayana Bantah Tautan Berita Bukan Alat Bukti)