Komisi Pemberantasan Korupsi hari ini memanggil kembali Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. Ini kali kelima ia diminta datang ke KPK untuk memberi kesaksian setelah empat permintaan sebelumnya pada 13, 15, 20, dan 27 Mei 2019 dia tak hadir.
Kali ini, Jonan datang. Menurut juru bicara KPK Febri Diansyah, penyidik memeriksa Jonan terkait dua perkara tindak pidana korupsi. Pertama mengenai kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
Kedua akan dugaan pemberian suap kepada angota Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar Eni Maulani Saragih oleh pemilik perusahaan PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM) Samin Tan. “Tadi pagi fokus pemeriksaan terhadap saksi adalah untuk tersangka SFB (Sofyan Basir),” kata juru bicara KPK Febri Diansyah seperti dikutip Antara di Jakarta, Jumat (31/05/2019).
Menurut dia, penyidik mendalami pengetahuan Jonan terkait pengesahan RUPTL, tarif, dan proyek PLTU. Selain itu, diklarifikasi juga mengenai informasi pertemuan Sofyan dengan Eni dan Johannes Kotjo, bos Blackgold Natural Resources Limited yang memenangkan proyek PLTU Riau 1.
(Baca: Terjerat Kasus PLTU Riau-1, KPK Tahan Sofyan Basir)
Untuk perkara pertama, mantan Direktur Utama PLN Sofyan Basir diduga membantu Eni dan pemilik saham Blackgold Johannes Kotjo untuk mendapatkan kontrak kerja sama proyek senilai US$ 900 juta atau setara Rp 12,8 triliun. Sofyan hadir dalam pertemuan-pertemuan yang dihadiri Eni, Kotjo, dan pihak lainnya untuk memasukkan proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Mulut Tambang RIAU-1.
Pada 2016, meskipun belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan, Sofyan diduga menunjuk Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek PLTU Riau-1 karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.
Dengan upaya ini, PLTU Riau 1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam RUPTL PLN. Setelah itu, Sofyan Basir diduga menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar “Power Purchase Agreement” (PPA) antara PLN dan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.
Adapun untuk perkara kedua, pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM) Samin Tan diduga memberikan suap untuk Eni sebesar Rp 5 miliar. Suap itu diduga agar Eni membantu permasalahan pemutusan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi 3 di Kalimantan Tengah antara PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT) yang diakusisi oleh PT BLEM dengan Kementerian ESDM.
(Baca: Eni Saragih Sebut Terima SGD 10 Ribu dari Staf Menteri Jonan)
Eni Maulani Saragih sebagai anggota DPR di Komisi Energi menyanggupi permintaan bantuan Samin Tan. Dia pun berupaya mempengaruhi pihak Kementerian ESDM termasuk menggunakan forum Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian ESDM di mana posisi Eni adalah anggota panitia kerja (panja) Minerga Komisi VII DPR RI.
Pemberian uang dari Samin Tan dilakukan melalui staf dan tenaga ahli Eni di DPR sebanyak dua kali yaitu pada 1 Juni 2018 sebanyak Rp4 miliar dan pada 22 Juni 2018 sebanyak Rp1 miliar.