Pledoi Karen, Keputusan Pertamina Akuisisi BMG Tak untuk Perkaya Diri

Arief Kamaludin | Katadata
Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan
Penulis: Fahmi Ramadhan
29/5/2019, 14.29 WIB

Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan hari ini menyampaikan nota pembelaannya atau pledoi dalam persidangan kasus blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia, di Pengadilan Negeri Jakarta, Rabu, (29/5). Pledoi dibacakan setelah jaksa menuntut Karen dengan hukuman penjara 15 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan dalam kasus ini, pada Jumat (24/5).

Terkait dengan investasi Pertamina pada BMG yang diduga menyebabkan kerugian negara, Karen memulainya dengan menjelaskan bahwa aset hulu migas paling ideal untuk Pertamina adalah aset yang memiliki tiga kriteria fase pengembangan, yakni sudah berproduksi , ada temuan atau discovery dan ada upside potential atau eksplorasi.

Aspek lain yang juga menjadi pertimbangan adalah aspek kebijakan fiskal, kemudian berbisnis , kepastian hukum dan kestabilan politik dari negara setempat.

Nah, berdasarkan kriteria serta aspek pertimbangan itulah, Karen menganggap Blok BMG telah memenuhi kriteria karena telah memenuhi aspek-aspek yang disyaratkan, yaitu:

  1. Blok Basker sudah memproduksi minyak.
  2. Blok Manta dan Gummy syudah ada temuan atau discovery
  3. Terdapat upside potential eksplorasi di chimaera.

Selain itu, menurutnya Blok Basker Manta Gummy yang terletak di Gippsland menyumbang produksi migas sebesar 40% dari total produksi Australia. Ia menyebut, sudah lumrah apabila selain pertamina , beberapa perusahaan migas besar seperti Exxon, BHP, Santos, Emperor, Apache, BP, Esso, Bass Strait Oil Company dan Cooper juga tertarik pada Gipsland.

Karen juga menilai Australia juga merupakan negara yang memenuhi kriteria/aspek lainnya yang juga dijadikan pertimbangan seperti kondisi finansial, kepastian hukum dan sebagainnya.

Dalam pledoinya, Karen merasa tidak habis pikir usaha akuisisi di Blok BMG, justru membuatnya dituduh merugikan keuangan negara.

Ia pun menyesalkan tim Pertamina yang terlibat dalam akuisisi BMG divonis dengan hukuman yang sangat tidak masuk akal dan tidak sesuai dengan fakta-fakta persidangan.

(Baca: Mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Jadi Tersangka Korupsi)

Karen berpendapat, bahwa apa yang dilakukannya saat itu semata mata untuk ekspansi guna mengembangkan Pertamina menjadi besar serta mumpuni secara internasional. "Akuisisi ini tidak dimaksudkan untuk memperkaya diri sendiri ataupun perusahaan  lain," ungkapnya.

Sementara itu, Karen juga beranggapan jika pemaparan fakta yang dilontarkan Jaksa Penuntut Umum pada saat persidangan sebelumnya tidak utuh adanya. Ia secara tegas menyebut, bahwa jika fakta persidangan disajikan sepenggal-penggal, maka tidak layak lagi disebut fakta melainkan berita bohong alias hoax.

Karen juga mempertanyakan motif dari tokoh yang menjerat dirinya dalam kasus BMG ini. "Politik uang atau kedua duanya? Atau semata hanya dendam pribadi karena urusan saudara yang tidak dipenuhi permintaanya," katanya.

Ia juga mengecam tuntutan jaksa penutuntut umum yang menyatakan bahwa keputusan bidding pada BMG sama sekali tidak ada persetujuan dari Dewan Komisaris Pertamina untuk investasi BMG, melainkan hanya persetujuan untuk pelatihan SDM.

Hal ini disebut tidak benar oleh Karen, karena Direksi Pertamina telah mengirimkan memorandum kepada Dewan Komisaris tanggal 22 April 2009, yang isi di dalamnya memuat soal bidding yang mengarah ke akuisisi.

Dalam pampiran memorandum yang ditujukan ke Dewan Komisaris 2009 silam juga terdapat lampiran surat dari Citi yang bertuliskan "Binding Offers for Acquisition of a Participating Interest in BMG.

Menurut Karen, persetujuan yang diberikan oleh Dewan Komisaris tanggal 30 April 2009 merupakan persetujuan untuk melakukan akuisisi. "Persetujuan bukan hanya sampai sales purchase agreement saja, melainkan sampai pembentukan anak usaha sebagai pengelola," ujar Karen dalam pledoinya.

(Baca: Kasus Karen, Kejaksaan Sebut Perusahaan di Australia Sudah Tak Ada)