Bakal Kedaluwarsa, ICW Ingatkan KPK 18 Kasus Korupsi Besar Belum Beres

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Terdakwa kasus korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Arsyad Temenggung (kiri) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/5).
Penulis: Rizky Alika
12/5/2019, 17.43 WIB

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat ada 18 perkara korupsi besar yang masih ditunggak oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal, setiap perkara pidana dibatasi dengan masa kedaluwarsa.

"Tunggakan perkara korupsi salah satunya bantuan likuiditas Bank Indonesia (BI), kerugiannya cukup besar Rp 4,58 triliun. Ini ada masa kedaluwarsanya," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam konferensi pers Lima Tahun Kinerja KPK di Jakarta, Minggu (12/5).

Dalam tindak pidana perkara korupsi perihal daluwarsa, Pasal 78 ayat (1) angka 4 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, masa daluwarsanya adalah delapan belas tahun.

Dari catatan ICW dan Transparency International Indonesia (TII), kasus perkara korupsi bantuan likuditas BI masih belum terselesaikan. Setelah vonis Syafruddin Arsyad Temenggung, KPK belum menindaklanjuti putusan di persidangan.

Padahal, Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) tersebut telah menyebutkan keterlibatan pihak-pihak lain yang merugikan keuangan negara dalam perkara korupsi tersebut.

Nama-nama yang disebut Syafruddin antara lain Sjamsul Nursalim, Itjih Nursalim dan Dorodjatun. Disebutnya nama-nama ini menurut Kurnia seharusnya menjadi modal KPK untuk menindaklanjuti perkara ini.

(Baca: ICW: Jokowi Masih Sibuk Pilpres, Pembentukan Pansel KPK Bisa Terhambat)

Sangat disayangkan apabila KPK tidak menindaklanjuti kasus likuiditas BI, karena perkara korupsi tersebut berpotensi daluwarsa tahun 2022. Jika tak segera ditindaklanjuti, maka tugas akan semakin berat, sebab kasus ini memiliki bukti yang cukup banyak sehingga perlu waktu lebih bagi KPK untuk menindaklanjuti perkara.

Selain bantuan likuiditas BI, ada pula perkara korupsi besar lain seperti kasus hibah kereta api dari Jepang, proyek pembangunan Hambalang, bailout Bank Century, 'rekening gendut' oknum Jenderal Polisi, proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau e-KTP, hingga kasus Pelindo II.

Terkait kasus e-KTP, Jaksa KPK telah menyebutkan puluhan nama politisi yang menerima dana dari proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut. Nama-nama yang disebutkan di antaranya  Gamawan Fauzi (mantan Menteri Dalam Negeri), Anas Urbaningrum (mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR), Yasona Laoly (Wakil Ketua Badan Anggaran DPR), dan Marzuki Ali (Ketua DPR RI).

Namun, KPK baru menetapkan delapan orang sebagai tersangka. "Padahal sudah menjadi kewajiban bagi penegak hukum untuk membuktikan setiap dakwaan yang telah disebutkan dalam persidangan," ujar Kurnia.

(Baca: Koalisi Masyarakat Sipil Desak Pimpinan KPK Bereskan Masalah Internal)

Reporter: Rizky Alika