Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengklaim biaya pengembangan fasilitas pengolahan gas alam cair (LNG) Lapangan Abadi Blok Masela lebih ekonomis dibangun di darat (onshore) dibandingkan skema LNG terapung atau Floating LNG/FLNG (offshore) . Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto mengatakan, biaya awal pengembangan Blok Masela menggunakan LNG terapung dengan kapasitas 7,5 juta ton per tahun (MTPA) bisa mencapai US$ 17 miliar.
Sementara pemerintah memutuskan meningkatkan kapasitas produksi Blok Masela menjadi 9,5 MTPA plus 150 mmscfd untuk gas pipa. Dengan begitu, Dwi mengklaim biaya produksi Blok Masela dengan LNG di darat bisa lebih murah.
"Apabila kita hitung dari sisi barrel oil equivalent, dengan skema floating mencapai US$ 8,6 per barrel oil equivalent. Dari angka proposal Inpex, dengan menggunakan onshore LNG, hanya sebesar US$ 6,2 per barrel oil equivalent," kata Dwi di Kantor SKK Migas.
(Baca: SKK Migas Pastikan Shell Tidak Hengkang dari Blok Masela )
Skema onshore, kata Dwi, tidak hanya lebih ekonomis dari sisi biaya produksi, tetapi juga lebih banyak efek bergulir (multiplier effect) bagi masyarakat, mulai dari pengerjaan konstruksi hingga fabrikasi. Dia berharap pemerintah dan Inpex bisa segera menyepakati besaran biaya pengembangan proyek Blok Masela.
"Kami harap jadi solusi untuk selesaikan perbedaan dan bisa segera dimulai," ujarnya.
Pemerintah bersama SKK Migas dan Inpex sebagai operator Blok Masela memang belum sepakat terkait besaran biaya pengembangan Blok Masela. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan sempat memperkirakan biaya pengembangan proyek Masela di darat bisa mencapai US$ 20 miliar atau turun dari rencana awal dengan skema onshore sebesar US$ 25 miliar.
Namun Dwi menyatakan, SKK Migas akan berupaya menekan biaya pengembangan Blok Masela. SKK Migas pun memproyeksi estimasi biaya Blok Masela bisa mencapai US$ 16 miliar.
(Baca: SKK Migas Targetkan Pembahasan Blok Masela Rampung Semester I/2019)
Proyek Blok Masela memang sempat terhambat karena adanya perdebatan terkait penggunaan fasilitas LNG di darat atau terapung di laut. Pada 2016 lalu, Presiden Joko Widodo akhirnya memutuskan proyek Blok Masela menggunakan skema LNG di darat. Keputusan ini berbeda dengan usulan Inpex yang menginginkan skema LNG terapung.
Hingga saat ini SKK Migas dan Inpex masih terus melakukan pembahasan proposal pengembangan Blok Masela. SKK Migas menargetkan proposal pengembangan Blok Masela bisa disetujui Menteri ESDM tahun ini. SKK juga menargetkan Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) Blok Masela bisa keluar tahun ini. Dengan begitu ditargetkan proyek Blok Masela bisa produksi pada 2025 atau lebih cepat dari perkiraaan awal pada 2027.