KPK Minta Pemerintah Tak Tambah Kementerian Baru

ANTARA/MUHAMMAD ADIMAJA
Seorang pekerja sedang membersihkan logo KPK di Jakarta, Rabu (21/11). KPK meminta pemerintah tidak menambah lagi kementerian/lembaga baru untuk menghindari tumpang-tindih birokrasi.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
13/3/2019, 20.11 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta pemerintah tidak menambah lagi kementerian/lembaga baru. Hal ini dilakukan untuk menghindari tumpang-tindih dalam birokrasi di Indonesia.

"Kami berharap tidak ada penambahan organisasi baru," kata Ketua KPK Agus Rahardjo, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/3).

Agus mengatakan jumlah kementerian/lembaga yang mencapai 87 sudah terlalu banyak. Dari angka tersebut, banyak kementerian/lembaga yang sebenarnya tugasnya beririsan dan bisa digabungkan. Untuk mengurusi soal pegawai negeri, misalnya, ada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB), Lembaga Administrasi Negara (LAN), Badan Kepegawaian Negara (BKN), serta Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

Seharusnya, berbagai kementerian/lembaga itu bisa disatukan dalam satu organisasi yang sama. "Misalkan satu kementerian yang mengurus manajemen pegawai negeri, (lembaga lainnya) itu jadi deputi-deputinya," kata Agus.

Hal serupa terjadi dalam penjagaan perbatasan wilayah perairan. Saat ini, tugas itu diemban oleh Ditpolair Baharkam Polri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Badan Keamanan Laut (Bakamla).

Kondisi ini berbeda dengan praktik di Amerika Serikat (AS) di mana penjagaan wilayah laut berada di bawah Angkatan Laut AS alias US Navy. "Di dalamnya itu ada Coast Guard. Apa tidak bisa seperti itu?" kata Agus.

Perampingan kementerian/lembaga yang tumpang-tindih dapat memperbaiki kinerja dan layanan dari pemerintah. Hal tersebut juga dapat mencegah korupsi lantaran pemantauan dan pengawasan kementerian/lembaga terukur dengan baik.

Selain itu, pemerintah tak perlu kesulitan memberikan remunerasi kepada para pegawai di kementerian/lembaga. "Mudah-mudahan kan bisa memberikan remunerasi yang cukup," kata dia.

(Baca: Jokowi Wacanakan Pembentukan Kementerian Ekspor dan Investasi)

Perlu Perubahan Undang-undang

Hanya saja, KPK menilai perlu adanya perubahan undang-undang untuk merampingkan berbagai kementerian/lembaga tersebut. Agus menilai, hal tersebut merupakan konsekuensi yang harus diambil pemerintah demi terciptanya reformasi birokrasi.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mewacanakan pembentukan Kementerian Ekspor dan Kementerian Investasi. Hal itu diusulkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Sebab, ekspor dan investasi Indonesia masih tertinggal daripada mayoritas negara-negara di Asia Tenggara.

Menurutnya, pemerintah seharusnya bisa memanfaatkan ketidakpastian ekonomi global akibat perang dagang AS dan Tiongkok. Dia menuturkan, Indonesia seharusnya bisa mengambil kesempatan untuk meraih investasi, serta menjadi eksportir pengganti.

Hal itu dapat dilakukan dengan membentuk Kementerian Ekspor dan Kementerian Investasi. Jokowi sudah menyampaikan wacana tersebut dalam forum rapat kabinet. "Saya bertanya, apakah perlu dalam situasi seperti sekarang ada yang namanya menteri investasi dan menteri ekspor, khusus," katanya di ICE BSD, Tangerang, Banten, Selasa (12/3).

(Baca: KPK Sebut Ada Kementerian yang Belum Integrasikan Perizinan dalam OSS)

Reporter: Dimas Jarot Bayu