ICW: Politisasi Bansos Rawan Terjadi di Pemilu 2019

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Penyaluran bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dinilai rawan dipolitisasi untuk Pemilu Serentak 2019.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
15/2/2019, 20.53 WIB

Komisioner Bawaslu Rahmat Bagja mengaku, pihaknya kesulitan untuk menindaklanjuti adanya politisasi dalam penyaluran dana bansos. Pasalnya, penyaluran bansos sudah menjadi kebijakan negara yang telah ditetapkan pemerintah bersama DPR.

Bawaslu baru bisa menindaklanjuti persoalan bansos jika ditemukan adanya tindakan penyelewengan oleh para pendamping PKH. Misalnya, pendamping PKH mengajak para penerima manfaat untuk memilih salah satu calon dalam Pemilu.

"Kesulitannya sudah disahkan dalam APBN maka tidak bisa dianggap bermasalah. Ini yang kemudian tidak bisa dijangkau oleh Bawaslu," kata Bagja.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengakui memang sulit bagi Bawaslu untuk bisa menindaklanjuti politisasi dalam penyaluran bansos. Karenanya, Titi menyarankan agar edukasi terhadap para pemilih diprioritaskan.

Alhasil, mereka dapat mencegah ajakan memilih calon tertentu ketika mendapat bansos. "Para penerima manfaat juga bisa melaporkan ketika ada politisasi bantuan bansos," kata Titi.

Lebih lanjut, Titi menilai kerja Bawaslu harus bisa terintegrasi dengan aparat penegak hukum lainnya, seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan demikian, penindakan pelanggaran penyaluran bansos tidak hanya bertumpu pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Jika hal itu tidak dilakukan, Titi khawatir Pemilu tercederai. "Karena ini daya rusaknya besar, orang bisa menjadi tidak bebas memilih," kata Titi.

(Baca: KPK Minta Kemensos Awasi Ketat Penyaluran Bansos)

Halaman:
Reporter: Dimas Jarot Bayu