Jokowi: Keberhasilan Antikorupsi Tak Bisa Diukur dari Banyaknya OTT

ANTARA FOTO/Darwin Fatir
Penggiat anti korupsi melihat spanduk berisikan replika Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik di jalan Andi Pangeran Pettarani, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (16/3).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
4/12/2018, 12.29 WIB

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai keberhasilan gerakan antikorupsi tak bisa hanya diukur dari banyaknya jumlah penangkapan dan pemenjaraan terhadap koruptor. Justru, Jokowi menilai kondisi ideal muncul ketika tak ada lagi pihak-pihak yang dapat ditersangkakan sebagai koruptor.

"Kondisi ideal dari sebuah bangsa antikorupsi ketika disaring dengan hukum seketat apapun tidak ada lagi orang yang bisa ditersangkakan sebagai seorang koruptor," kata Jokowi dalam acara Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2018, di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (4/12).

Karenanya, Jokowi menilai upaya pencegahan harus juga dimaksimalkan bersamaan dengan penindakan korupsi. Pemerintah terus mengupayakan agar pencegahan tersebut terus dilakukan.

(Baca: KPK Minta Pemerintah Buat Perppu Pemberantasan Korupsi)

Beberapa langkah tersebut dilakukan melalui layanan berbasis elektronik, seperti e-tilang, e-samsat, e-procurement, e-budgeting, hingga e-planning. Pemerintah pun telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi.

Lebih lanjut, sudah ada Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pemerintah pun saat ini sampai pada tahap akhir dalam penandatanganan mutual legal assistance dengan Swiss.

"Kami tidak memberikan toleransi sedikitpun pada pelaku tindak pidana korupsi yang melarikan uang hasil korupsinya ke luar negeri," kata Jokowi. Lebih lanjut, ia menyebut pemerintah tengah memperbaiki sistem pelayanan birokrasi agar semakin cepat dan sederhana. Hal tersebut ditujukan agar suap dapat diminimalisasi.

Jokowi menilai suap kerap terjadi akibat sistem pelayanan Indonesia yang lama, rumit, dan tidak transparan. Padahal, para pengusaha ingin mendapatkan pelayanan yang cepat."Satu-satunya jalan, ya suap. Ini yang harus kita benahi. Sistem pelayanan yang sederhana, cepat, dan transparan," kata dia.

(Baca: Jokowi akan Revisi Sejumlah Aturan Penghambat Investasi di 2019)