Bupati Bekasi (nonaktif) Neneng Hasanah Yasin mengakui sempat mengadakan pertemuan dengan CEO Grup Lippo James Riady. Dia menyampaikan hal itu usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, hari ini, Selasa (30/10).
Neneng diperiksa tujuh jam lebih sejak pukul 09.23-17.09 WIB. Menurut Neneng, pertemuan dengan James tidak membahas hal-hal yang spesifik, hanya membicarakan hal umum. Namun, dia tak menjelaskan apa saja hal umum tersebut.
Ketika ditanyai apakah pertemuan tersebut terkait dengan megaproyek Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Neneng hanya mengangguk. Dia lantas memasuki mobil tahanan. (Baca: Skandal Meikarta yang Menggoyang Pohon Bisnis Grup Lippo).
James sendiri saat ini masih diperiksa KPK. James yang menggunakan jas hitam dan kemeja biru muda tiba di Gedung KPK sekitar pukul 09.26 WIB.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, James diperiksa sebagai saksi dalam dugaan suap perizinan proyek Meikarta. James diperiksa untuk sembilan tersangka, termasuk Neneng.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, pemeriksaan James dilakukan untuk melihat keterkaitannya dalam kasus dugaan suap Meikarta. Penyidik ingin mengetahui seberapa besar kapasitas dan kewenangan James dalam mengintervesi proyek senilai Rp 278 triliun itu.
“Apakah dalam memberikan pengeluaran uang (suap) itu beliau punya kewenangan apa, sehingga nanti dilihat apakah ada intervensi yang bersangkutan,” kata Basaria. (Baca: Kasus Dugaan Suap Meikarta, KPK Panggil James Riady Pekan Depan).
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan sembilan tersangka, yakni Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas DPMPTSP Dewi Tisnawati, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Neneng Rahmi.
Dari pihak swasta ada Direktur Operasional Grup Lippo Billy Sindoro, dua orang konsultan Grup Lippo bernama Taryudi dan Fitra Djaja Purnama, serta satu pegawai Grup Lippo bernama Henry Jasmen.
Billy, Taryudi, Fitra, serta Henry diduga menyuap Neneng dan empat anak buahnya senilai Rp 7 miliar dari total komitmen fee Rp 13 miliar. Suap diduga diberikan untuk memuluskan berbagai perizinan pada fase pertama proyek Meikarta.
Setidaknya terdapat tiga fase terkait izin yang sedang diurus untuk proyek seluas 774 hektare tersebut. Fase pertama proyek Meikarta diperkirakan untuk luasan 84,6 hektare. Fase kedua seluas 252 hektare. Sementara fase terakhir terhampar 101,5 hektare.
(Baca juga: Sebelum OTT KPK, Pemkab Bekasi Terbitkan IMB untuk 24 Tower Meikarta).
Neneng bersama empat pejabat di bawahnya diduga sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 atau 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara, Billy, Taryudi, Fitra, serta Henry diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak PIdana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.