Tersangka kasus suap Eni Maulani Saragih mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengantongi bukti terkait aliran dana dalam kasus suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU Riau-1, kendati beberapa elit partai belambang pohon beringin menyangkal dugaan penggunaan dana tersebut. Pernyataan itu diungkapkan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar itu usai menjalani pemeriksaan KPK di Gedung Merah Putih, Jakarta.
Dalam pemanggilan tadi, Eni mengaku penyidik hanya melakukan pemeriksaan terkait kelengkapan berkas perkara. Pemeriksaan tahap kedua menurutnya dilakukan paling lambat tanggal 14 November.
(Baca: Eni Saragih Siap Ungkap Dugaan Peran Pejabat di Kasus PLTU Riau-1)
Adapun terkait statusnya kini sebagai tersangka, dia menyatakan hal itu merupakan wewenang KPK. “Saya sudah menyampaikan di persidangan mengenai Rp 2 miliar untuk Golkar,” katanya usai pemeriksaan, Senin (22/10).
Menurutnya, aliran dana dalam kasus korupsi digunakan untuk pendanaan pra-Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) dan kegiatan Munaslub Golkar.
Meski begitu, Eni masih enggan membahas kaitan nama-nama pejabat yang diduga ikut serta dalam penyelewangan uang, termasuk nama Setya Novanto (SN) karena sudah menjadi tersangka dalam kasus KTP elektronik. “Sudahlah, saya sudah sampaikan semuanya,” ujarnya.
(Baca juga: Eni Saragih Klaim Diperintah Setnov dalam Kasus Suap PLTU Riau-1)
Setelah kasus ini bergulir, dia juga berharap Partai Golkar segera mengembalikan dana.
Dalam kasus dugaan suap PLTU Riau-1, selain Eni, KPK juga telah menetapkan bos Blackgold Natural Resorces dan eks Menteri Sosial Idrus Marham sebagai tersangka dalam perkara tersebut.
Idrus diduga menerima hadiah atau janji bersama Eni senilai US$ 1,5 juta atau setara dengan Rp 21,8 miliar dari Kotjo. Janji diberikan bila Kotjo dan rekanannya berhasil meneken jual beli (purchase power agreement/PPA) PLTU Riau-1.