Terbongkarnya Suap dalam Sengkarut Izin Megaproyek Meikarta

Arief Kamaludin|KATADATA
Lokasi areal pemasaran Meikarta.
Penulis: Yuliawati
16/10/2018, 12.00 WIB

Rencana Grup Lippo membangun megaproyek  Meikarta di atas lahan seluas 500 hektar di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat sempat terhambat. Pemprov Jawa Barat pada akhir 2017 lalu hanya memberikan izin pembangunan proyek Meikarta untuk lahan seluas 84,6 hektar, jauh di bawah kebutuhan lahan yang diharapkan perseroan.

Perizinan yang mentok dari Pemprov Jawa Barat tak menghentikan langkah Grup Lippo memuluskan megaproyek senilai Rp 278 triliun. Grup Lippo terus mengupayakan pembangunan proyek, di antaranya dengan jalan pintas kongkalikong memperoleh kemudahan perizinan dari pemerintah Kabupaten Bekasi. 

Upaya pintas Grup Lippo terendus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK membongkar dugaan suap petinggi Grup Lippo untuk mendapatkan izin membangun di atas lahan seluas 774 hektare.  Bupati Kabupaten Bekasi Neneng Hasanah Yasin bersama empat pejabat pemerintah Kabupaten Bekasi diduga menerima suap Rp 7 miliar dari total komitmen Rp 13 miliar dari petinggi Grup Lippo.

(Baca juga: Kronologi KPK Tangkap Tangan Suap Izin Proyek Meikarta)

Neneng diduga menerima suap dari Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, dua orang konsultan Lippo Group bernama Taryudi dan Fitra Djaja Purnama. Neneng, pejabat pemkab dan petinggi Lippo kini dalam status tersangka dan ditahan KPK.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif memaparkan suap tersebut diberikan sebagai bagian komitmen fee atas pengurusan izin proyek pembangunan Meikarta yang terbagi dalam tiga fase dengan luas lahan 438 hektar.

Fase pertama untuk proyek Meikarta dengan luas 84,6 hektare. Fase kedua seluas 252 hektare. Sementara fase terakhir terhampar 101,5 hektare.

“Pemberian pada bulan April, Mei, dan Juni 2018,” kata Laode pada Senin (15/10) malam.

Atas kasus dugaan suap yang menyeret petinggi Lippo, juru bicara Direktur Komunikasi Publik Lippo Group Danang Kemayan Jati belum memberikan tanggapannya atas pertanyaan yang disampaikan Katadata.co.id.

(Baca juga: Jadi Kuasa Hukum Meikarta, Denny Indrayana Dorong Investigasi Internal)

Pemberian izin lahan seluas 774 hektar ini tak sesuai dengan rekomendasi yang diberikan pemerintah Provinsi Jawa Barat. Wakil Gubernur Jabar yang ketika itu masih dijabat Deddy Mizwar hanya memberikan rekomendasi izin pembangunan untuk Lippo Cikarang hanya seluas 84,6 hektar.

Deddy menjelaskan Keputusan Pemprov Jawa Barat mengikuti Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor: 593.82/SK.576-PEM.UM/94 pada 29 Maret 1994.

(Baca juga: Pemprov Jabar Terbitkan Rekomendasi Proyek Meikarta Hanya 84,6 Hektare)

Pemprov Jabat tak dapat memberikan lebih dari 84,6 hektar karena lahan tambahan yang diajukan Lippo merupakan kawasan strategis Provinsi Jawa Barat. Dalam kawasan tersebut tata ruangnya tidak diperuntukkan bagi lokasi perumahan.

"Kawasan lebih daripada itu kami tak bisa keluarkan (izin), karena itu kawasan strategis provinsi yang tata ruangnya tidak ada untuk perumahan," ujar Deddy, dikutip pada Maret 2018 lalu.

(Baca juga: Deddy Mizwar Sebut Meikarta Sulit Dapat Rekomendasi Lahan Tambahan)

Sejak pertama kali Lippo Grup menggadang-gadang Meikarta, megaproyek tersebut terbelit sejumlah permasalahan mulai dari tata ruang, perizinan properti, AMDAL hingga pemasaran. Ombudsman sempat turun tangan karena Grup Lippo terlalu massif melakukan pemasaran tanpa dukungan izin pembangunan proyek. 

Dalam laporan Katadata pada Oktober 2017 berjudul Sengkarut Izin dan Pemasaran Megaproyek Meikarta, telah dibeberkan berbagai permasalahan izin yang masih menghantui megaproyek Meikarta.  Modal Grup Lippo dalam melakukan pemasaran pun hanya berupa Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) dari Bupati Neneng.

Bupati Neneng yang memimpin Kabupaten Bekasi untuk dua periode, menerbitkan IPPT seluas 84,6 hektare untuk Lippo Cikarang pada 12 Mei 2017.

Dalam dokumen IPPT yang salinannya diperoleh Katadata disebutkan izin tersebut untuk pembangunan komersial area apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, sekolah, hotel, perumahan dan perkantoran yang terletak di Desa Cibatu, Cikarang Selatan.

IPPT Meikarta (Katadata)

Salinan IPPT juga menyebutkan Lippo Cikarang telah menguasai lahan yang dibuktikan dalam sertifikat Hak Guna Bangunan. "Berdasarkan pertimbangan penguasaan lahan, Lippo Cikarang memenuhi syarat untuk diberikan IPPT," bunyi putusan yang ditandatangani Neneng.

Pemberian izin itu cukup mendapat perhatian, karena hanya dua hari setelah DPRD Kabupaten Bekasi menyetujui rancangan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi. Setelah sehari IPPT terbit, Lippo menggelar grand launching besar-besaran Kota Baru Meikarta di Maxxbox Cikarang pada Sabtu, 13 Mei 2017.

Baca juga: Diduga Terima Suap untuk Izin Meikarta, Bupati Bekasi Jadi Tersangka)

Pemberian IPPT ini pun seharusnya menunggu persetujuan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Menurut Vice President Eastern Region Organization for Planning and Human Settlement (EAROPH) Bernardus Djonoputro, IPPT seharusnya tak dikeluarkan sebelum RDTR selesai dibahas dan disetujui oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Hal ini mengacu kepada Undang-undang Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan di Jawa Barat.

Pasal 10 huruf f UU itu menyatakan perizinan pembangunan pada bidang-bidang yang bersifat strategis berskala metropolitan, lintas daerah serta lintas pemerintahan dan/atau berimplikasi skala metroplitan menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota setelah mendapat rekomendasi dari Gubernur.
Jadi, “IPPT seharusnya menunggu selesainya rekomendasi dari Pemprov Jawa Barat,” kata Bernardus dihubungi Katadata pada Oktober 2017.

(Baca juga: Pemasaran Proyek Meikarta di Kantor Kementerian Menuai Penolakan

Reporter: Dimas Jarot Bayu