Eni Saragih Siap Ungkap Dugaan Peran Pejabat di Kasus PLTU Riau-1

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Tersangka kasus suap PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih (tengah) dengan rompi tahanan menuju mobil tahanan usai diperiksa di kantor KPK, Jakarta, Sabtu (14/7).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
5/9/2018, 06.00 WIB

Tersangka kasus suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU Riau-1 Eni Saragih mengajukan diri sebagai justice collaborator kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Eni Saragih akan mengungkap deretan pejabat yang terlibat suap dalam proyek senilai US$ 900 juta.

"Bu Eni telah mengajukan diri sebagai Justice Collaborator sejak Senin kemarin (3/9) ke penyidik. Dia sudah menyampaikan semua fakta kepada penyidik," kata kuasa hukum Eni, Fadli Nasution ketika dihubungi Katadata.co.id, Selasa (4/9).

Fadli mengatakan, salah satu nama yang disebut Eni memiliki peranan penting yakni Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) Sofyan Basir. Sofyan dianggap sebagai orang yang memegang kendali atas proses kerja sama proyek PLTU Riau-1.

"Sebagai Dirut PLN, beliau yang punya proyek PLTU, termasuk Riau-1," kata Fadli.

(Baca juga: Eni Saragih Klaim Diperintah Setnov dalam Kasus Suap PLTU Riau-1)

Berdasarkan keterangan Eni, kata Fadli, Sofyan kerap bertemu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo bersama Eni. Kotjo ini yang diduga memberikan suap senilai Rp 4,8 miliar untuk Eni.

Pertemuan di antara ketiganya berlangsung di beberapa tempat di luar kantor PLN. Eni mengatakan kepada Fadli, jumlah pertemuan bisa lebih dari lima kali.

"Itulah yang diduga kuat pertemuan informal seperti ini dalam rangka negoisasi dan lobi-lobi proyek di PLN," kata Fadli.

KPK sudah meminta keterangan dari Sofyan dua kali sebagai saksi untuk Eni mau pun Kotjo. Setelah menangkap Eni, KPK pun menggeledah rumah Sofyan dan kantor PLN pusat.

(Baca juga: KPK Cecar Sofyan Basir soal Penunjukan Langsung Blackgold di PLTU Riau)

Selain Sofyan, Fadli menilai orang yang berperan penting dalam kasus PLTU Riau-1, yakni eks Ketua Umum Golkar Setya Novanto. Fadli berdalih kliennya hanya diminta menjalankan tugas atas perintah Novanto.

Menurut Fadli, Eni patuh terhadap apa yang diperintahkan Novanto selama menjabat di Golkar. Ini termasuk pula ketika dia akhirnya membantu Kotjo dalam proyek PLTU Riau-1 hingga kemudian menerima uang yang diduga suap senilai Rp 4,8 miliar dari Kotjo.

"Bu Eni hanya menjalankan perintah sebagai petugas partai, bukan pelaku utama dalam perkara ini," kata Fadli.

KPK sendiri saat ini telah menetapkan Eni dan Kotjo sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap PLTU Riau-1. KPK juga mentersangkakan eks Menteri Sosial Idrus Marham dalam perkara tersebut.

Idrus diduga menerima hadiah atau janji bersama Eni senilai US$ 1,5 juta atau setara dengan Rp 21,8 miliar dari Kotjo. Janji diberikan bila Kotjo dan rekanannya berhasil meneken jual beli (purchase power agreement/PPA) PLTU Riau-1.