Mantan Ketua Umum Golkar Setya Novanto disebut sebagai orang yang memerintahkan eks Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih membantu proses kerja sama investasi Blackgold Natural Resources Limited di proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU Riau-1. Alasannya, Novanto merupakan atasan Eni di Golkar.
"Pertama sekali yang kasih perintah ya Setya Novanto," kata kuasa hukum Eni, Fadli Nasution ketika dihubungi Katadata.co.id, Kamis (30/8).
Menurut Fadli, Eni patuh terhadap apa yang diperintahkan Setnov yang saat itu masih memimpin Golkar. Termasuk ketika dia membantu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budistrisno Kotjo dalam proyek PLTU Riau-1.
(Baca juga: Airlangga Bantah Dana Suap PLTU Riau-1 Mengalir ke Munaslub Golkar)
Eni kemudian menerima uang yang diduga suap senilai Rp 4,8 miliar dari Kotjo. Sebagian dana tersebut sebanyak Rp 2 miliar mengalir ke Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar pada Desember 2017.
Ketika itu, Munaslub Golkar beragendakan memilih ketua umum baru, setelah Novanto terjerat kasus korupsi pengadaan e-KTP.
"Sebagai petugas partai tentu Bu Eni hanya menjalankan perintah pimpinannya," kata Fadli.
KPK telah memeriksa Setnov dua kali terkait dugaan suap proyek PLTU Riau-1 pada Senin (27/8) dan Selasa (28/8). Pada pemeriksaan tersebut Setnov mengatakan bahwa Golkar tidak terkait dengan kasus tersebut.
(Baca juga: Dana Suap PLTU Riau-1 Diduga Mengalir ke Munaslub Golkar 2017)
KPK juga memanggil anak Novanto yaitu Rheza Herwindo yang juga menjabat sebagai komisaris PT Skydweller Indonesia Mandiri. Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyatakan bahwa Setnov diduga mengetahui sejumlah pertemuan pembahasan suap tersebut.
"Rheza (dipanggil karena) dicurigai ada beberapa hal yang berhubungan dengan Pak SN (Setya Novanto) dalam kapasitas apa saya belum tahu detailnya tetapi berdasarkan gelar perkara yang saya ikuti Pak SN mengetahui adanya proyek ini," kata Laode, seperti dikutip dari Antaranews.
KPK telah menetapkan Eni dan Kotjo sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap PLTU Riau-1. KPK juga mentersangkakan eks Menteri Sosial Idrus Marham dalam perkara tersebut.
Idrus diduga menerima hadiah atau janji bersama Eni senilai US$ 1,5 juta atau setara dengan Rp 21,8 miliar dari Kotjo. Janji diberikan bila Kotjo dan rekanannya berhasil meneken jual beli (purchase power agreement/PPA) PLTU Riau-1.
(Baca juga: Golkar Siap Diaudit KPK Terkait Aliran Dana Suap PLTU Riau-1)