Partai-partai politik besar telah melabuhkan dukungannya kepada calon presiden (capres) dalam Pilpres 2019. Dari sepuluh partai politik yang bermukim di parlemen, enam partai bermufakat mengusung Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden kembali, yakni PDI Perjuangan, Golkar, Nasdem, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Hanura.
Sementara empat partai lainnya bersepakat menyokong Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto untuk kembali berlaga dalam perebutan kursi pimpinan pemerintah. Mereka yakni Partai Gerindra, Demokrat, Partai Amamant Nasional (PAN), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
(Baca: Beda Sinyal Nasib Koalisi Jokowi vs Prabowo Jelang Pendaftaran Pilpres).
Di luar itu, masih ada beberapa partai gurem yang belum menentukan dukungannya dalam Pilpres 2019. Mereka adalah pendatang baru dalam kontestasi politik pemilihan legislatif tingkat nasional kali ini. Hanya Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) yang telah menyatakan dukungannya kepada Jokowi.
Misalnya, langkah ini terlihat ketika Selasa kemarin ketiga sekretaris jenderal partai baru tersebut bergabung dalam jamuan makan malam bersama enam partai penyokong Jokowi. Dalam kesempatan itu, Jokowi menyampaikan empat poin terkait kepentingan menghadapi Pilpres 2019.
(Baca: Jokowi dan Sekjen Parpol Bahas Strategi Pilpres Hingga Nawa Cita).
Pertama, formulasi tata pemerintahan yang lebih baik yang melibatkan rakyat. Kedua, menyiapkan langkah-langkah strategis partai pengusung menyangkut penjabaran dari nawa cita jilid dua. Ketiga, arahan agar tim kampanye kompak menyambut Pilpres dan pemilihan legislatif. Keempat, “Ada arahan-arahan khusus dari Bapak Jokowi yang tidak dapat kami sampaikan kepada publik,” kata Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
Sementara di pihak lain, Partai Bulan Bintang (PBB), Berkarya, dan Garuda hingga saat ini belum menentukan pilihan. Padahal, masa pendaftaran Pilpres 2019 yang berakhir pada 10 Agustus 2018 tinggal menghitung hari.
Meski demikian, ketiga partai tersebut diprediksi bakal menyorongkan dukungannya kepada Prabowo. Hal tersebut terbaca dari sikap tokoh-tokoh utamanya dan arah politik PBB, Berkarya, dan Garuda. “Tinggal dibaca bagaimana afiliasi dan patron dari tokoh partai dalam konstelasi ke belakang,” kata Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya ketika dihubungi Katadata.co.id, Rabu (1/8).
Menurut Yunarto, PBB akan sulit masuk ke barisan pendukung Jokowi lantaran Ketua Umumnya, Yusril Ihza Mahendra selama ini kerap mengkritisi kebijakan dan program pemerintah. Selain itu, PBB dianggap lebih memiliki ideologi Islam yang sejalan dengan PKS dan PAN, yang berada dalam koalisi pendukung Prabowo.
Sementara, Berkarya dan Garuda dianggap bakal mendukung Prabowo karena banyak tokohnya memiliki kaitan dengan pemerintah Orde Baru. Ini dapat dilihat dari banyaknya keluarga Cendana yang bergerak melalui Berkarya. (Baca juga: Saling Serang Setelah SBY dan Jokowi Gagal Berkoalisi di Pilpres 2019).
Misalnya, dua anak kandung Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto dan Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto menjadi elit Berkarya. Ada pula cucu Soeharto yang maju menjadi calon anggota legislatif dari Berkarya yakni Retnosari Widowati Harjojudanto atau Eno Sigit.
Selain itu, dua orang menantu putri pertama Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana atau sering dikenal dengan nama Mbak Tutut, ikut mencalonkan diri. Mereka adalah Muhammad Ali Reza dan Raslina Rasyidin. “Hampir pasti (Berkarya dan Garuda) akan mendukung Prabowo yang bagaimanapun pernah memiliki histori di situ,” kata Yunarto.
Belum merapatnya tiga partai itu ke kubu Prabowo diduga karena negosiasi koalisi belum selesai. Menurut Yunarto, PBB, Berkarya, serta Garuda saat ini sedang menawarkan harga jual yang tinggi untuk bisa ditarik ke koalisi Prabowo.
Sebab, ketiga partai tersebut memiliki infrastruktur yang cukup dalam menggalang suara di beberapa wilayah. PBB misalnya, diyakini mampu menarik suara di Bangka Belitung. Selain itu, Yusril memiliki nilai jual karena menjadi pakar hukum dan simbol intelektual Islam.
Sementara Berkarya dianggap dapat menggalang suara di berbagai daerah lewat pelekatan nama Soeharto. Dengan membawa nama Soeharto, Berkarya juga dianggap mampu memecah mesin politik Golkar. “Berkarya tentu saja jaringan logistiknya juga akan dimanfaatkan,” kata dia.
Dengan berbagai kelebihan yang ditawarkan, mereka tentu akan dipertimbangkan Prabowo. Menimbang eskalasi Pilpres 2019 yang akan memanas, Yunarto menilai setiap kandidat capres akan mengambil sumber daya sebanyak-banyaknya, bahkan dari partai gurem. Karena itu, siapa pun bakal dirangkul dengan memiliki nilai tawar masing-masing.