Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum mau berkomentar banyak soal rekaman pembicaraan telepon Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dengan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir. Dirinya masih perlu mendapatkan penjelasan perihal perbincangan tersebut sebelum berkomentar.
Hal tersebut dikatakan Presiden menanggapu pertanyaan awak media soal rekaman diskusi tersebut di Jakarta, Senin (30/4). "Saya tidak mau komentar sebelum semuanya jelas," ujarnya.
Sedangkan Rini yang juga dikonfirmasi juga enggan bersuara mengenai pembicaraan dengan Sofyan. Namun Kementerian BUMN menilai rekaman itu sengaja diedit sedemikian rupa dengan tujuan memberikan informasi yang salah dan menyesatkan. (Baca: Soal Rekaman Rini dan Dirut PLN, Kementerian BUMN: Bukan Bahas Fee)
Kementerian BUMN juga menegaskan percakapan tersebut bukan membahas tentang 'bagi-bagi fee'. Sekretaris Kementerian BUMN, Imam Apriyanto Putro membenarkan Rini Soemarno dan Sofyan Basir melakukan diskusi mengenai rencana investasi proyek penyediaan energi yang melibatkan PLN dan Pertamina.
Dia menjelaskan percakapan utuh yang sebenarnya terjadi adalah membahas upaya Sofyan dalam memastikan syarat PLN ikut serta dalam proyek tersebut. PLN harus mendapatkan porsi saham yang signifikan, agar bisa punya kontrol dalam menilai kelayakannya. Baik kelayakan PLN sebagai calon pengguna utama, maupun sebagai pemilik proyek itu sendiri.
Sayangnya, Imam tak menjelaskan proyek yang dimaksud. Dia mengatakan Rini dan Sofyan Basir memiliki tujuan yang sama. Mereka ingin memastikan investasi tersebut memberikan manfaat maksimal bagi PLN dan negara, bukan sebaliknya untuk membebani PLN.
"Kami tegaskan kembali bahwa pembicaraan utuh tersebut isinya sejalan dengan tugas Menteri BUMN untuk memastikan bahwa seluruh BUMN dijalankan dengan dasar Good Corporate Governance (GCG)," kata Imam akhir pekan lalu.
Dalam perbincangan telepon yang dilakukan pada tahun lalu itu, Menteri Rini secara tegas mengungkapkan hal yang utama adalah BUMN dapat berperan maksimal dalam setiap proyek yang dikerjakan. Sehingga BUMN dapat mandiri dalam mengerjakan proyek dengan penguasaan teknologi dan keahlian yang mumpuni. Proyek penyediaan energi ini pada akhirnya tidak terealisasi karena memang belum diyakini dapat memberikan keuntungan optimal, baik untuk Pertamina maupun PLN.