Akhiri Kemelut Impor Garam Industri, Ini Isi PP yang Diteken Jokowi

ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Petani garam was-was akan masuknya garam impor, yang dikhawatirkan akan menekan harga kembali rendah, mereka berharap pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tepat agar tidak terjadi kelangkaan garam di pasaran, namun juga melindungi petani yang menggantun
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
16/3/2018, 20.16 WIB

Pemerintah resmi menerbitkan peraturan yang bakal mengatur pengalihan kewenangan pemberian rekomendasi impor garam dari yang semula berada di ranah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjadi kewenangan Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Regulasi yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2018 tentang tata cara pengendalian impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman sebagai bahan baku dan bahan penolong industri telah diteken Presiden Joko Widodo, kemarin (15/3).

Dalam Peraturan Pemerintah No 9/2018 merupakan penggabungan antara Undang-undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang perindustrian.

Pasal 37 Ayat (3) UU No 7/2016 menyebutkan, “Dalam hal impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman, menteri terkait harus mendapatkan rekomendasi dari Menteri.” Aturan ini menempatkan KKP sebagai kementerian teknis untuk memberikan rekomendasi.

Terbitnya PP No.9 tentang tata cara rekomendasi impor ini secara garis besar akan menyerahkan wewenang rekomendasi impor garam industri dan komoditas perikanan kepada Kemenperin dari yang sebelumnya menjadi kewenangan Kementerian KKP yang berada di bawah komando Menteri Susi Pudjiastuti.

Dalam salinan aturan yang diterima Katadata, wewenang Kemenperin sebagai pemberi rekomendasi secara terang telah dijelaskan dalam Pasal 3 Ayat (2) tentang mekanisme pengendalian. “Dalam hal Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman digunakan sebagai bahan baku dan bahan penolong Industri, penetapan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan peraturan pemerintah ini diserahkan pelaksanaannya kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian,” tulis PP tersebut.

(Baca : Stok Garam Menipis, Pabrik Garuda Food Terancam Berhenti Beroperasi)

Sedangkan untuk keputusan persetujuan impor komoditas perikanan dan pergaraman tetap menjadi kewenangan Kementerian Perdagangan sebagaimana yang tercantum dalam pasal 6 bahwa persetujuan Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan untuk bahan baku dan bahan penolong Industri sesuai rekomendasi menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian setelah memenuhi persyaratan administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, PP ini juga mengatur mengenai volume izin impor seperti yang termuat dalam pasal 7a, yang menyebutkan izin impor komoditas pergaraman sebagai bahan baku dan bahan penolong industri yang telah diterbitkan pada tahun 2018 oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan berdasarkan jumlah yang telah ditetapkan sebesar 2.370.054,45 ton dapat dilaksanakan dan dinyatakan berlaku mengikat.

Dilanjutkan dengan pasal 7b yang menyebut bahwa penerbitan izin impor komoditas pergaraman sebagai bahan baku dan bahan penolong Industri pada tahun 2018 oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan berdasarkan jumlah yang telah ditetapkan dalam rapat koordinasi kementerian/lembaga dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan pemerintah ini.

Peraturan pemerintah tersebut mulai resmi berlaku sejak tanggal regulasi tersebut diundangkan pada 15 Maret 2018. Dengan begitu, peraturan tersebut diharapkan dapat mengurai polemik mengenai data antara pasokan dan kebutuhan impor garam industri antara Kemenperin dengan Kementerian KKP.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution sebelumnya mengatakan dengan kebutuhan industri sebesar 3,7 juta ton, maka rekomendasi impor garam nanti bisa bertambah sekitar 1,33 juta ton. “Implementasinya berarti selisih antara 3,7 juta ton dan 2,37 juta ton,” tuturnya.

Dengan adanya kepastian soal rekomendasi bahan baku garam diharapkan bisa memberi kepastian berusaha. Sebab sebelumnya, sejumlah pelaku industri mengeluhkan stok bahan baku yang telah menipis.

Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Tony Tanduk menyatakan stok bahan baku garam untuk industri makan dan minuman hanya tersisa sekitar 50 ribu ton. Stok itu kemungkinan akan habis terpakai untuk masa dua hingga tiga pekan mendatang.

(Baca juga: Stok Garam Tersisa Buat 3 Pekan, Industri Mamin Terancam Setop Operasi)

"Tidak sampai sebulan akan habis dan tak akan ada persediaan garam pengganti, kondisinya sudah benar-benar gawat," kata Tony dihubungi Katadata.co.id, Jumat (9/3).

Tony menyebutkan beberapa perusahaan besar terkena dampak dari kekurangan stok bahan baku garam, seperti Indofood, Garuda Food, Unilever dan Wings Food. Perusahaan-perusahaan tersebut berpotensi menghentikan kegiatan produksinya.

Meskipun penggunaannya sedikit, namun perusahaan makan dan minuman tak dapat berproduksi tanpa menggunakan garam. "Hampir semua perusahaan terkena dampaknya," kata Tony.

Industri makanan dan minuman tahun ini mengajukan impor garam sebesar 535 ribu ton yang kemudian disetujui pemerintah sebesar 460 ribu ton. Namun, Kementerian Perdagangan hingga kini belum menerbitkan izin impor.

"Kami sudah membuat korespondensi ke Kementerian Perdagangan bahwa industri makanan dan minuman bisa berhenti beroperasi apabila tak segera diterbitkan izin impornya," kata Tony.

Sementara itu PT Garuda Food mengaku akan menghentikan kegiatan produksi sementara jika pasokan garam industri tidak segera tersedia dalam waktu dekat. Langkah tersebut akan menjadi opsi terakhir yang dilakukan perusahaan, sebab stok garam yang tersedia di pabrik saat ini hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan produksi hingga dua pekan ke depan.

Head of Corporate Communication and Relation Garuda Food, Dian Astriana Yunianty mengatakan bahwa saat ini perusahaan ikut terdampak dari kondisi kelangkaan bahan baku garam industri. Stok garam perusahaan yang makin menipis diprediksi hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan produksi hingga akhir bulan. Saat ini, dia mengaku pihaknya masih terus berupaya mencari tambahan pasokan garam dari beberapa suplier perusahaan.

"The worst condition mungkin kami akan stop sementara produksi pabrik," kata Dian kepada Katadata.co.id, Senin (12/3).

Menurutnya, minimnya pasokan akan berdampak besar terhadap jalannya lini produksi snack dan biskuit.

Selain Garuda Food, minimnya pasokan garam industri juga telah memukul produsen makanan lain. Sebelumnya Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Franciscus Welirang mengatakan perseroannya terancam setop beroperasi apabila pemerintah tak kunjung memberikan izin impor garam. Saat ini stok garam yang tersedia bagi produsen makanan dan minuman tersebut hanya tersisa hingga akhir April 2018.

"Pasti (perusahaan akan setop operasi) kalau kuota impor (garam) tidak terselesaikan," kata Franciscus Welirang kepada Katadata.co.id, Sabtu (10/3).

Franky mengatakan kebutuhan garam Indofood Group sebanyak 50 ribu ton per tahun. Jumlah ini 10,8% dari kuota impor garam industri makanan dan minuman sebanyak 460 ribu ton.