Pertimbangan Mahkamah ini mengutip dari keterangan ahli geotermal di hadapan Mahkamah. Keterangan itu menyebutkan sistem panas bumi Indonesia memiliki karakter unik terutama dalam hal ini keberadaannya yang bersifat lintas daerah administratif. Oleh karena itu, penetapan wilayah didasarkan bukan atas wilayah administratif melainkan berdasarkan keberadaan sumber panas bumi tersebut. (Baca: PLN Dapat Penugasan Garap Tiga Wilayah Panas Bumi)

Selain itu, mengacu pasal 13 UU Nomor 23 tahun 2014 ada beberapa kriteria yang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Kriteria pertama, urusan pemerintahan yang lokasinya lintas daerah provinsi atau lintas negara. Kedua, urusan pemerintahan yang penggunaannya lintas daerah provinsi atau lintas negara.

Ketiga, urusan pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas daerah provinsi atau lintas negara. Keempat, urusan pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh pemerintah pusat. Kelima, urusan pemerintahan yang peranannya strategis bagi kepentingan nasional.

Atas dasar itu, panas bumi memenuhi kriteria tersebut sehingga tepat menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Apalagi mempertimbangkan potensi konflik yang timbul jika diserahkan kewenangannya kepada daerah.

Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE), Yunus Saefulhak yang hadir dalam sidang tersebut menyampaikan kelegaan dan kebanggaan atas putusan ini. "Kalau sudah menjaga seperti itu, sustainable energi itu akan terjaga, dan akan menjadi warisan anak cucu yang tak pernah habis," ujar dia dikutip dari situs resmi Kementerian ESDM, Jumat (22/9).

Halaman: