Pertamina Impor 1 Juta Ton Gas dari ExxonMobil Mulai 2025

PT Pelindo Energi Logistik
Ilustrasi
21/4/2017, 15.20 WIB

Kunjungan Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Mike Pence ke Indonesia turut menelurkan sejumlah kesepakatan kerja sama dan investasi di antara kedua negara. Ada 11 kerja sama yang dirajut dengan nilai total US$ 10 miliar. Salah satunya adalah impor gas dari AS.

Penandatanganan kerja sama tersebut disaksikan langsung oleh Pence dan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta, Jumat (21/4). Kerja sama impor gas yang diteken adalah rencana PT Pertamina (Persero) mengimpor gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG) dari ExxonMobil. Volumenya sebanyak 1 juta ton per tahun dalam jangka waktu 20 tahun, yang akan dimulai tahun 2025.

Penandatanganan kerja sama itu dilakukan oleh Direktur Gas Pertamina Yenni Andayani dengan Senior VP LNG Marketing of ExxonMobil Jeffrey T. Appleton. Nilai kerja samanya tidak disebutkan. Namun, Menteri Luar Negeri Retno P. Marsudi sebelumnya mengatakan, kerja sama Pertamina dengan Exxon tersebut mencapai US$ 6 miliar.

(Baca: Pertamina dan ExxonMobil Teken Perjanjian Senilai Rp 80 Triliun)

Menurut Kalla, impor LNG perlu dipersiapkan sejak sekarang untuk mengantisipasi kebutuhan gas di masa depan. Meskipun, Indonesia saat ini masih menjadi produsen gas. "Memang berdagang LNG seperti itu," kata Kalla usai acara penandatanganan kerja sama tersebut.

Kerja sama lainnya adalah pemanfaatan teknologi swakelola ketenagalistrikan serta digitalisasi pengukuran listrik antara PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan Pacific Infra Capital. Total nilai proyeknya mencapai US$ 2 miliar, yang akan dilakukan di Pulau Jawa hingga Bali.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas T. Lembong mengatakan, digitalisasi ini merupakan bagian dari teknologi tingkat tinggi AS yang siap diaplikasikan di Indonesia. Teknologi ini relevan dengan kondisi sekarang, yakni pemanfaatan digitalisasi bukan hanya di sektor jasa namun juga industri. "Apalagi AS ini terdepan dalam digitalkan industri."

Selain itu, berdasarkan keterangan tertulis Kedutaan Besar AS untuk Indonesia, beberapa kerja sama yang ditandatangani adalah kerja sama antara Applied Materials dengan PLN dalam penguatan kelistrikan PLN. Lalu, pengembangan waste management senilai US$ 10 juta antara Jababeka Infrastruktur dengan Greenbelt Resources.

(Baca: Pertamina Terancam Tak Bisa Serap Gas Impor dari AS)

Ada pula kerja sama antara PLN dengan Halliburton untuk pengembangan dan pengeboran panas bumi atau geothermal senilai US$ 34 juta. Selain itu, kerja sama antara PowerPhase dengan PT Indonesia Power serta PT. Pembangkitan Jawa Bali dalam penerapan efisiensi dengan penggunaan teknologi asal AS.

Kerja sama lainnya adalah antara PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dengan Honeywell untuk memasok 34 mesin turbo pesawat yang dikembangkan PTDI. Lalu, kerja sama antara TNI Angkatan Udara dengan Lockheed Martin untuk memproduksi senjata bagi pesawat F-16 milik TNI AU.

Sedangkan NextGen akan bekerja sama dengan Kotamadya Samarinda dalam mengelola kelistrikan berbahan bakar sampah. Nilai kerja samanya US$ 70 juta. (Baca: Menperin Berharap Kunjungan Wapres AS Berbuah Investasi)

Selain itu, Ormat Technologies akan mengembangkan energi bersih di Pembangkit Listrik Sarulla. Sedangkan General Electric berkomitmen mendukung program pembangkit listrik 35 gigawatt dengan mengandalkan teknologi yang mengurangi emisi karbon.