Pemerintah bakal mengkaji ulang harga gas dari hulu untuk industri. Hal ini membuat pelaku industri hingga kini belum bisa menikmati penurunan harga gas dari pemerintah. Padahal, penurunan harga gas telah masuk dalam paket kebijakan ekonomi yang dirilis pemerintah pada Oktober tahun lalu.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, langkah mengkaji ulang harga gas itu berdasarkan permintaan dari pelaku industri, khususnya industri pupuk. Berdasarkan hasil kajian, harga keekonomian gas untuk industri pupuk sekitar US$ 4 per mmbtu. (Baca: Tiga Syarat untuk Bisa Mendapat Penurunan Harga Gas)

Harga gas untuk industri ini sebenarnya sudah tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 40 tahun 2016 tentang penetapan harga gas bumi. Adapun aturan turunannya, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) tentang Tata Cara Permohonan Penetapan Harga Gas Bumi Tertentu bagi pelaku industri yang akan mendapatkan penurunan harga gas.

Dua aturan itu menyebutkan harga gas paling tinggi US$ 6 per mmbtu untuk industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan. “Ini yang menjadi perhatian, apakah masih ada ruang untuk menurunkan dari US$ 6 per mmbtu ke US$ 4 per mmbtu,” kata Arcandra di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (15/8).

Menurut Arcandra, ada beberapa cara yang bisa dilakukan agar harga gas bisa turun. Salah satunya adalah mengefisienkan proses bisnis, baik di bagian hulu dan transportasi atau distribusi. Selain itu, mengurangi biaya di sektor hulu migas.

Agar biaya sektor hulu migas bisa berkurang, Arcandra mengatakan akan melakukan beberapa strategi, seperti memangkas perizinan dan penggunaan teknologi. "Benar negara butuh penerimaan lebih besar. Tapi, di sisi lain kami lihat ada manfaatnya. Kalau di industri hilir kita bisa dapat multiplier effect-nya," kata dia. 

Rapat koordinasi itu juga membahas usulan penambahan daftar industri yang bisa menikmati penurunan harga gas. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto akan menambahkan tiga sektor lain untuk mendapatkan rekomendasi pemotongan harga gas. Ketiga industri itu, yaitu industri pulp dan kertas, industri makanan dan minuman serta industri tekstil dan alas kaki. (Baca: Penurunan Harga Gas Terganjal Daftar dari Menteri Perindustrian)

Menteri BUMN Rini Soemarno juga menambahkan sektor lain yang membutuhkan potongan harga gas adalah industri farmasi. “Kami tidak punya bahan baku obat-obatan, mungkin itu salah satu yang perlu ditambahkan,” ujar dia.

Sementara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengusulkan agar ada pembentukan tim khusus untuk membahas ini. Tim ini terdiri dari perwakilan Kemenko Perekonomian, Kementerian BUMN, Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian dan SKK Migas untuk pembahasan harga gas industri secara lebih mendalam.

Darmin menargetkan kajian ini selesai dalam waktu sepekan. “Seminggu dari sekarang, kami ketemu lagi. Penyelesaian ini harus agak cepat, tidak boleh berlarut-larut,” kata dia.  

Berdasarkan data SKK Migas, harga gas di Jawa Timur sekitar US$ 8,01-8,05 per mmbtu dan Jawa bagian Barat di kisaran USD 9,14-9,18 per mmbtu. Sedangkan harga untuk wilayah Sumatera bisa mencapai USD13,90-13,94 per mmbtu. (Baca: Aturan Terbit, Diskon Harga Gas Bumi Dinikmati Tujuh Industri)

Dibandingkan dengan harga gas di negara-negara lain, harga gas di Indonesia tiga kali lipat lebih mahal. Beberapa negara lain seperti Jepang, Korea Selatan dan Cina, patokan harga gas hanya sekitar USD 4-4,55 per mmbtu. “Di Sumatera Utara harga gasnya USD 13,9 per mmbtu, tidak masuk akal itu”,  ujar Darmin.