Presiden Joko Widodo turut mendorong penyelesaian revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2010 tentang cost recovery dan pajak penghasilan di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi (migas). Tujuannya agar investasi di sektor hulu migas kembali bergairah di tengah rendahnya harga minyak dunia.
Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan, Menteri ESDM Arcandra Tahar dalam rapat pejabat eselon I mengenai regulasi di sektor energi, sangat fokus dengan perkembangan revisi PP No. 79 itu. “Presiden juga katanya (Menteri Arcandra) minta PP 79 Nomor 2010 segera dipercepat,” kata Wiratmaja di Jakarta, Jumat (29/7). (Baca: Asosiasi Migas Usul Kerugian Negara Dihapus dari Aturan Cost Recovery)
Meski belum melihat detail poin-poin yang akan direvisi, Menteri ESDM memberikan arahan agar revisi aturan itu segera selesai. Dengan begitu, kegiatan eksplorasi dapat bergerak cepat.
Kementerian ESDM sudah mengajukan revisi PP Nomor 79 tahun 2010 melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Salah satu poin yang diusulkan adalah perubahan dalam perhitungan pendapatan dan biaya (ring fencing) dari Plan of Development (PoD) Basis menjadi Blok Basis. Bahkan, untuk beberapa kasus khusus, perhitungannya berdasarkan National Basis.
Selain Kementerian Koordinator Perekonomian, pembahasannya akan melibatkan pula Kementerian Keuangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). “Kalau kami dari dahulu targetkan tahun ini, pada kuartal tiga atau akhir tahun harus kelar (revisi PP No. 79),” kata Wiratmaja. (Baca: Revisi Aturan Pajak dan Cost Recovery Migas Rampung Tahun Ini)
Ia menambahkan, Menteri ESDM juga memberi arahan agar regulasi yang berlaku saat ini atau yang akan dibuat jangan malah menghambat peluang investasi. Semua regulasi ini harus ramah investasi supaya perekonomian bisa bergerak lebih cepat.
Untuk sektor migas, selain PP 79 ada juga beberapa regulasi yang menjadi perhatian Menteri Arcandra. Yakni revisi Undang-Undang Migas, Peraturan Pemerintah mengenai keselamatan, Peraturan Presiden tentang tata kelola gas.
Menurut Wiratmaja, memang ada beberapa ketentuan saat ini yang bisa menjadi kendala dalam mengembangkan industri migas. Contohnya, “Mijn Politie Reglement” staatsblad 1930 No. 341 atau jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi Peraturan Kepolisian Pertambangan Lembaga Negara 1930 No. 341.
Aturan ini sedikit kaku untuk teknologi di sektor migas. Padahal, di tengah harga minyak yang sedang turun, bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan teknologi karena harga teknologi mulai turun. “Sehingga teknologi baru termasuk investasi masih ada kendala,” kata dia.
Regulasi dan teknologi ini memang menjadi fokus Menteri ESDM Arcandra Tahar. Saat serah terima jabatan Menteri ESDM, Rabu (27/7) lalu, ia mengatakan dengan pemanfaatan teknologi adalah salah satu cara yang bisa digunakan untuk meningkatkan produksi migas. (Baca: Era Sudah Berubah, Menteri Arcandra Fokus Revisi UU Migas)
Selain itu, pemerintah juga akan menghapus beberapa peraturan yang tidak sejalan dengan upaya membangun kedaulatan energi. Menurut Arcandra, regulator sebaiknya dapat berlaku sebagai mitra dari pelaku bisnis. Jadi, regulator tidak dianggap sebagai sumber masalah ataupun raja dari sebuah proses bisnis.