Pelaku Migas Non-Konvensional Keluhkan Aturan Pengadaan Barang dan Jasa

KATADATA
Pekerja pengeboran minyak lepas pantai di perairan Indonesia
Penulis: Safrezi Fitra
30/10/2015, 11.28 WIB

Kemudahan sangat dibutuhkan industri migas non konvensional yang masih dalam tahap awal pengembangannya di Indonesia. Saat ini industri CBM di Indonesia baru ada sekitar 100 sumur yang sudah dibor. Pengalaman negara lain seperti Amerika dan Australia harus melakukan pemboran pada ribuan sumur agar bisa komersial.

Secara teknis, kata Unggul, usaha CBM di Indonesia sangat menjanjikan. Potensi cadangannya sangat  besar, hingga mencapai  453 triliun kaki kubik (TCF). Namun, perizinan dan regulasi yang diterapkan pemerintah, menyulitkan kontraktor mengkomersikan usahanya. Bahkan, menurut dia, sudah ada beberapa investor yang menarik investasi CBM dari Indonesia seperti ExxonMobil, Total, Santos dan CBM Asia.

(Baca: Perusahaan Migas Non-Konvensional Berhenti Beroperasi)

Sekadar informasi, NuEnergy Gas Ltd. merupakan perusahaan migas asal Australia. NuEnergy telah memiliki tiga kontrak kerja sama migas (PSC) yakni Muara Enim, Muara Enim II, dan Rengat, di Sumatera Selatan dan Sumatera bagian tengah.

Pada 20 Mei lalu perusahaan ini menandatangani kesepakatan dengan Dart International Ltd. untuk membeli 100 persen saham Dart Energy (Indonesia) Holdings Pte Ltd. Akuisisi senilai US$ 1 juta masih menunggu terselesaikannya beberapa kondisi termasuk persetujuan pemerintah.

Dengan akuisisi NuEnergy akan memiliki seluruh aset Dart Energy di Indonesia yang terdiri atas tiga kontrak kerjasama blok migas (PSC) dan hak terhadap evaluasi bersama (joint evaluation/JE) atas satu blok CBM. Ini mencakup 45 persen saham di PSC CBM Tanjung Enim dan 50 persen saham di PSC CBM Muralim di Sumatera Selatan, serta 100 persen saham di PSC CBM Bontang-Bengalon di Kalimantan Timur. NuEnergy juga memiliki hak JE di CBM Bungamas, Sumatera Selatan.

Halaman:
Reporter: Manal Musytaqo