Menakar Rencana Tambah Pos Menteri Kabinet Prabowo, Apa Dampaknya?

Muhamad Fajar Riyandanu
8 Mei 2024, 08:23
Prabowo
ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/Spt.
Pedagang membingkai foto Presiden terpilih 2024 Prabowo Subianto di kios bingkai Kelurahan Pabaton, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (26/4/2024).
Button AI Summarize

Skenario penambahan kursi kabinet pemerintahan Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka menjadi 40 kementerian dianggap sebagai instrumen politik jangka panjang.  Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Indonesia, Arifki Chaniago menilai rencana itu merupakan alat tawar kepada sejumlah parpol rival di Pemilihan Presiden (Pilpres) untuk bergabung ke dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM). 

"Ini tentu terkesan ingin mengakomodir pihak yang kalah dari kubu Ganjar atau Anies," kata Arifki lewat pesan suara WhatsApp pada Rabu (8/5). 

Menurut Arifki, penambahan jumlah kementerian juga dapat dilihat sebagai upaya memperkuat barisan pendukung Prabowo tanpa harus mengurangi jatah alokasi kursi menteri untuk tiap-tiap parpol pengusung Prabowo. KIM merupakan koalisi partai yang mendukung pasangan Prabowo - Gibran di pilpres 2024. 

KIM beranggotakan Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN). Koalisi tersebut juga berisi sejumlah partai non parlemen seperti Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Gelora, Partai Rakyat Adil Makmur (Prima).

"Rencana penambahan kursi menteri ini tidak mengurangi jatah untuk parpol KIM, dan penambahan menjadi 40 kementerian itu juga dapat dilihat sebagai upaya menampung orang Presiden Jokowi di kabinet Prabowo," ujar Arifki.

Adapun jumlah kementerian saat ini dipatok paling banyak 34 kementerian. Jumlah tersebut merupakan amanat Pasal 15 Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

Proposal untuk menambah 6 kementerian baru ini diyakini bisa menjadi wadah untuk menampung kolega politik Prabowo dalam hajat Pilpres lalu. Selain posisi menteri, penambahan kursi kabinet Prabowo menjadi 40 kementerian turut membuka jabatan baru pada level wakil menteri hingga posisi strategis lainnya. 

Rencana Koalisi Gemuk Dinilai Tak Tepat

Pakar politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menilai munculnya skenario penambahan kementerian dengan dalih koalisi gemuk merupakan pendapat yang cenderung mengada-ada. Ujang mengatakan bahwa Kabinet Indonesia Maju yang dipimpin oleh Presiden Jokowi saat ini tetap menerapkan nomenklatur 34 kementerian di tengah status koalisi blok mayoritas. 

Jokowi saat ini mendapat dukungan 91,3% kursi DPR, dengan menyisakan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai oposisi dengan perolehan 50 kursi parlemen. "Pak Jokowi pun koalisinya gemuk, namun kabinetnya tetap 34. Semua bisa ditangani," kata Ujang.

Ujang juga menyoroti isu adanya penambahan jumlah kementerian untuk mewujudkan janji kampanye Prabowo soal makan siang dan susu gratis. Dia menyebut penerapan program itu tak perlu diurus oleh sebuah kementerian atau badan baru. 

Menurut Ujang, fungsi implementasi program makan siang dan susu gratis untuk anak usia sekolah dan ibu hamil juga dapat dikerjakan oleh lintas sektor antar Direktorat Jenderal (Ditjen) di beberapa kementerian eksisting seperti Kementerian Sosial dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. 

"Sebenarnya tidak perlu buat yang baru karena sudah ada Kementerian Pendidikan dan Kementeria Sosial untuk membantu orang miskin," ujarnya. 

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Gerindra Habiburokhman menilai wacana penambahan nomenklatur kementerian bisa saja terjadi di pemerintahan Prabowo - Gibran. Bahkan ia menilai penambahan dimungkinkan hingga menjadi 40 kementerian dan lembaga. 

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...