Ragam Kejanggalan KSP Indosurya, Bisakah Koperasi Tawarkan Investasi?
Koperasi Simpan Pinjam atau KSP Indosurya mengalami gagal bayar dana simpanan nasabah mencapai Rp 10 triliun. Kasus ini sekarang berbuntut pada proses hukum dengan dua orang tersangka berinisial HS dan SA dicekal ke luar negeri oleh polisi.
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 46 UU Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. Mereka diduga menghimpun dana masyarakat tanpa izin Bank Indonesia. Polisi pun membuka posko untuk melayani pengaduan korban.
Kasus KSP Indosurya mulai mencuat pada 24 Februari 2020. Ketika itu koperasi ini mengeluarkan memo kepada anggotanya bahwa pengembalian dana harus diperpanjang 6 bulan sampai 4 tahun, tergantung jumlah dana yang disimpan.
Tak lama setelah itu, KSP Indosurya kembali mengeluarkan memo berisi pengembalian dana tak lagi diperpanjang tapi dicicil 3-10 tahun. Dana pun akan dikembalikan ke anggota tanpa bunga.
Dua memo tersebut tak sesuai dengan janji KSP Indosurya kepada para anggotanya, yakni imbal hasil tinggi dengan bunga 9-12% per tahun. Lebih tinggi dari bunga deposito perbankan sebesar 5-7% per tahun.
(Baca: KSP Indosurya Merasa Tertipu Tak Tahu Simpanan Uang di Koperasi)
Kejanggalan Praktik KSP Indosurya
Dari hasil penyelidikan Satuan Tugas Waspada Investasi yang membantu Kemenkop UKM dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengusut kasus ini, diketahui beberapa modus KSP Indosurya menggaet nasabah. Mereka menawarkan 11 produk yang terdiri dari delapan produk tabungan dan tiga deposito berjangka. Salah satunya bernama Simpanan Berjangka yang memiliki batas minimal setoran dana Rp 50 juta.
Dalam menawarkan seluruh produk tersebut, KSP Indosurya memanfaatkan petugas pemasaran yang memiliki pengalaman di perbankan. Rata-rata anggota yang menyimpan dana adalah relasi para karyawan semasa masih bekerja di bank.
Selain itu, KSP Indosurya juga mencatut OJK dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Mereka mengatakan berada dalam pengawasan kedua lembaga tersebut. Padahal koperasi semestinya berada dalam pengawasan Kemenkop UKM.
(Baca: Komisi VI DPR Sebut KSP Indosurya Lebih Susah dari Jiwasraya)
Menurut salah satu nasabah bernama Rendy saat melapor ke Komisi VI DPR pada 8 Mei, KSP Indosurya pun tak secara otomatis menjadikan nasabah sebagai anggota. Ia mengaku mengikuti saja hal itu lantaran tak mengetahui soal keanggotaan koperasi.
Mantan Karyawan KSP Indosurya Hengky mengakui hal itu. Selama ini pengurus KSP Indosurya memang menekankan nasabah bisa tidak diakui sebagai anggota. Alasannya dengan berstatus anggota koperasi, seorang nasabah bisa turut menanggung kerugikan jika koperasi rugi.
Hal itu bertentangan dengan Permenkop UKM Nomor 15/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi. Pasal 19 ayat (2) menyatakan, “calon anggota koperasi sebagaimana dimaksud ayat (1) dalam waktu selambat-lambatnya tiga bulan wajib menjadi anggota koperasi.
Para anggota koperasi pun memiliki peran penting dalam pengelolaan. Mereka bisa mengikuti rapat anggota tahunan untuk memilih pengurus dan pengawas koperasi. Ini tertuang dalam Pasal 1 poin 6 dan 7. Pengurus dan pengawas pun wajib melaporkan segala kegiatan pengelolaan koperasi dan usahanya kepada Rapat Anggota atau Rapat Anggota Luar Biasa, sebagaimana termaktub dalam Pasal 11 ayat (6) dan 12 ayat (5).
(Baca: Masih Kumpulkan Bukti, Polisi Belum Tahan Dua Tersangka KSP Indosurya)
Tak Bisa Galang Dana Berbentuk Investasi
KSP Indosurya juga melanggar Pasal 19 ayat (1) karena menggalang dana dari bukan anggota dengan kedok investasi. Aturan tersebut menyatakan KSP mesti menghimpun dana simpanan dari anggota bukan dalam bentuk investasi. KSP juga wajib memberikan pinjaman kepada calon anggota, anggota, dan koperasi lainnya. Peraturan serupa juga tertuang dalam Pasal 89 UU Nomor 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian.
Terkait pengelolaan dana dan usaha, KSP pun wajib melakukannya berdasarkan sepengetahuan anggota. Ini sesuai dengan Pasal 32 UU Perkoperasian. Antara pengelola usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dengan pengusur Koperasi merupakan hubungan kerja atas dasar perikatan, sebagaimana termaktub dalam Pasal 33.
KSP pun tak mengenal istilah investasi atau deposito berbunga, apalagi tinggi seperti dijanjikan KSP Indosurya. Dana simpanan yang diterima dan hasil pengelolaan usaha dibagikan kepada anggota sesuai besaran jasa masing-masing. Pemberian balas jasa pun terbatas terhadap modal. Ini tertuang dalam Pasal 5 ayat (1).
Ayat selanjutnya di pasal sama pun menyebutkan bahwa, dalam mengembangkan koperasi mesti mengikuti prinsip pendidikan kekoperasian dan kerja sama antar koperasi. Lalu Pasal 44 ayat (1) sampai (3) menyatakan, koperasi menghimpun dan menyalurkan dana hanya boleh melalui kegiatan simpan pinjam untuk anggtanya dan koperasi lain. Pasal ini mengatur pula teknis kegiatan usaha diatur dalam peraturan pemerintah.
(Baca: Investasi Bodong KSP Indosurya Jerat Kalangan Menengah Atas)
Dalam Permenkop Nomor 15/Per/M.KUKM/IX/2015, teknis diatur dalam Pasal 24. Bunyinya, jika terdapat kelebihan dana setelah melaksanakan kegiatan pemberian pinjaman kepada anggota, calon anggota, koperasi lain dan anggotanya, maka KSP sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam anggaran dasarnya dapar menempatkan kelebihan dana dalam tiga bentuk sebagai berikut:
- simpanan pada koperasi sekundernya;
- giro, tabungan pada bank dan lembaga keuangan lainnya;
- dan mengembangkan dana melalui sarana investasi lain meliputi pembelian saham, obligasi, reksadana, surat perbendaharaan negara dan investasi di sektor keuangan dengan persetujuan rapat anggota.
Merujuk seluruh aturan tersebut, maka sebuah KSP mesti mengutamakan pemberian pinjaman dan hak bagi hasil usaha kepada anggota. Bukan menginvestasikan dana anggota ke bidang usaha lain sembari menjanjikan imbal hasil berbunga tinggi. Kalaupun mesti dilakukan investasi untuk mengembangkan usaha, adalah setelah hak anggota terpenuhi dan berdasarkan rapat anggota.
KSP Indosurya menyalahinya karena menunda pemberian hak anggota dalam bentuk pinjaman dan bagi hasil usaha. Dana nasabah pun tak bisa diinvestasikan kaerena mereka bukan berstatus anggota yang bisa memberikan persetujuan.
(Baca: Tangani KSP Indosurya, Kemenkop Gandeng OJK & Satgas Wasapa Investasi)