Ada 3 Syarat, Denny Indrayana: Jokowi Sulit Dimakzulkan Secara Politik

ANTARA FOTO/BPMI Setpres/Lukas/hma/aww.
Presiden Joko Widodo bersiap melaksanakan Shalat Id berjamaah di halaman depan Wisma Bayurini, Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Minggu (24/5/2020).
1/6/2020, 15.17 WIB

Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia 2011-2014 Denny Indrayana mengatakan, secara konstitusional dan politik, sulit memakzulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kebijakan penanganan pandemi corona. Setidaknya, ada tiga syarat yang harus dipenuhi terkait pemakzulan presiden.

Pertama, berdasarkan Pasal 7A Undang-undang Dasar atau UUD 1945, presiden bisa diberhentikan oleh MPR atas usul DPR. Hal ini jika terbukti melanggar hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat, atau melakukan perbuatan tercela.

“Di sini saja prosesnya sudah berat, dengan oposisi yang tinggal PKS dan Partai Demokrat. Bisa diduga, akan ditolak oleh DPR (usul pemakzulan),” kata Denny saat mengikuti diskusi bertajuk 'Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Masa Pandemi Covid-19' secara virtual, Senin (1/6).

(Baca: Peneliti LIPI: Presiden Tak Dapat Dimakzulkan karena Perppu KPK)

Kalau pun DPR setuju, usulan tersebut diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa dan mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh presiden. Kemungkinannya ada tiga, yakni ditolak, tidak dapat diterima, dan mendengarkan pendapat DPR.

"Kalau ditolak atau tidak dapat diterima maka selesai,” kata Founder Integrity Law Firm tersebut. Namun, jika yang dipilih yakni opsi ketiga, maka penentuannya kembali ke DPR.

Selain itu, jika MK menyatakan presiden melakukan tindak pidana, maka selanjutnya digelar sidang MPR. "Di MPR belum tentu juga diberhentikan. Bisa saja keputusan MK itu dianulir MPR," katanya.

Halaman:
Reporter: Cindy Mutia Annur