Kejaksaan Agung menuntut terdakwa kasus korupsi pengelolaan kondensat oleh PT Trans Pasifik Petrochemical Indotama atau TPPI, Honggo Wendratno, dengan hukuman kurungan penjara selama 18 tahun. Honggo dituntut bersama dengan dua orang terdakwa lainnya yakni Raden Priyoni dan Joko Darsono.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung, Hari Setiyono mengatakan Honggo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi, sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 2 ayat 1 Jo. Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 KUHP dalam dakwaan Primair.
"Menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 18 tahun dengan perintah agar terdakwa ditahan di rumah tahanan dan terdakwa harus membayar denda sebesar Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan," kata Hari melalui siaran pers yang diterima Katadata.co.id, Senin (8/6).
Honggo juga harus membayar uang pengganti hasil kejahatan senilai US$ 128 juta dengan mempertimbangkan barang bukti berupa tanah dan bangunan yang di atasnya terdapat pabrik atas nama PT Tuban LPG Indonesia. Pabrik tersebut berada di kawasan Jalan Tanjung Dusun Tanjung Awar Awar Desa Remen Tasik Harjo, Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban, Jawa Timur.
(Baca: Dorong Efisiensi, Pertamina Bakal Integrasikan Kilang TPPI & GRR Tuban)
(Baca: Tinjau Kilang Petrokimia TPPI, Jokowi Harap Hemat Devisa Rp 56 Triliun)
Jika tuntutan tersebut tak dapat dipenuhi dalam satu bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta benda milik Honggo akan disita. "Jaksa dapat menyita dan melelang untuk menutupi uang pengganti jika terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana dengan pidana penjara selama enam tahun," kata dia.
Sedangkan dua orang terdakwa lainnya yakni Raden Priyoni dan Joko Darsono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tipikor seperti yang dituntutkan kepada Honggo. Kendati demikian, tuntutan mereka lebih ringan dibandingkan denhan dengan Honggo.
"Kedua terdakwa dihukum dengan pidana penjara masing-masing selama 12 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan," kata dia.
Tak hanya itu, Korps Adhyaksa pun menghukum kedua terdakwa dengan denda masing-masing sebesar Rp 1 miliar. Bila denda tak dibayar, terdakwa mendapat tambahan kurungan penjara selama enam bulan.
Setelah sidang pembacaan surat tuntutan pidana, agenda persidangan selanjutnya yakni sidang pembacaan pledooi atau pembelaan oleh Raden Priyoni dan Joko Darsono yang rencananya digelar pada 15 Juni 2020. Untuk perkara in absentia akan dilanjutkan dengan pembacaan putusan dan dijadwalkan dilaksanakan pada 22 Juni 2020.
Adapun kasus yang menjerat Honggo dan dua tersangka lain bermula ketika BP Migas pada 2009 menunjuk langsung TPPI untuk menjual kondensat bagian negara. Hal tersebut dianggap melanggar keputusan BP Migas tentang pedoman penunjukan penjual minyak mentah karena TPPI tidak memiliki kapabilitas pengelolaan kondensat.
Selain itu, TPPI juga dianggap melanggar hukum dengan mengambil kondensat bagian negara sebelum adanya kontrak dengan BP Migas. Pasalnya, kontrak tersebut baru dibuat 11 bulan setelahnya dengan masa berlaku yang dibuat mundur 11 bulan sebelumnya.
TPPI juga dianggap melanggar hukum karena menjual kondensat. Pasalanya, kondensat tersebut seharusnya diolah sebagai bahan bakar minyak untuk memproduksi gas elpiji.
(Baca: Menteri ESDM Minta Pertamina Percepat Pembangunan Kilang TPPI)