Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM mencatat realisasi investasi sektor panas bumi pada kuartal I 2020 baru mencapai US$ 163 juta atau 15,52% dari target tahun ini sebesar US$ 1,05 miliar. Pasalnya, ada tantangan dan risiko yang cukup besar dalam pengembangan panas bumi.
Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM Ida Nuryatin Finahari menjelaskan investor perlu tambahan insentif agar tertarik mengembangkan proyek panas bumi di Tanah Air. Apalagi, Indonesia memiliki keterbatasan akses infrastruktur menuju lokasi proyek.
"Selama ini pembangunan akses ke lokasi dibebankan ke pengembang. Jadi berpengaruh ke tarif dan keekonomian proyek," ujar Ida dalam forum diskusi virtual, Kamis (11/6).
Lebih lanjut, menurut Ida, potensi panas bumi juga banyak tersebar di kawasan hutan konservasi. Hal ini pun menjadi tantangan tersendiri lantaran area konservasi hanya perbolehkan kembangkan di zona pemanfaatan panas bumi saja.
Kemudian, kelayakan proyek panas bumi untuk tarif listrik masih kurang ekonomis bagi masyarakat. "Kita tahu tarif listrik inginnya tidak naik. Tapi pengembangan panas bumi dari sisi kelayakan proyek keekonomian belum bisa kompetitif, dengan PLTU harganya lebih tinggi," ujar Ida.
Tak berhenti di situ, isu sosial dan perizinan dalam pengembangan sektor panas bumi juga selalu ada. Apalagi panas bumi juga melakukan pengeboran seperti layaknya sektor migas.
"Masyarakat bertanya kalau bor gagal apa tidak seperti Lapindo. Ini yang sering kali jadi resistance, khawatir lahan rusak, takut kalau ada apa-apa seperti kasus Lapindo," ujarnya.
(Baca: Kementerian ESDM Pesimistis Bauran Energi EBT 23% Tercapai Pada 2025)
(Baca: Demi Tarik Investasi, Kementerian ESDM Kebut Aturan Tarif Panas Bumi)
Padahal Ida menyebut potensi energi panas bumi di Indonesia mencapai 23,9 Giga Watt (GW). Namun baru dimanfaatkan sebesar 8% atau baru terpasang 2.130,7 Megawatt (MW). Kapasitas tersebut setara dengan pemakaian Bahan Bakar Minyak atau BBM sebesar 32 ribu BOEPD atau 92 ribu BOEPD minyak mentah.
Realisasi produksi uap dari sektor panas bumi hingga kuartal I juga baru mencapai 28,2 juta ton dari target 112,51 juta ton. Sedangkan produksi listrik hingga kuartal I mencapai 3,916 GWh atau 24,46% dari target tahun ini sebesar 16.005 Gwh.
Menurut Ida, pengembangan di sektor panas bumi sebetulnya berperan penting dalam pembangunan infrastruktur di daerah serta ekonomi wilayah. Pasalnya, negara juga akan mendapatkan pemasukan dari Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP.
"Target PNBP 2020 Rp 1,4 triliun dan terealisasi Rp 0,261 triliun. Hampir semua PNBP ke daerah 80% dan 20% pusat," kata Ida.