Serapan PLN Rendah, Lifting Gas Mei 2020 Hanya 5.253 MMSCFD

Arief Kamaludin | Katadata
Ilustrasi, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. SKK Migas menyebut realisasi lifting gas pada Mei 2020 belum mencapai target karena penyerapan gas domestik sangat rendah terutama dari PLN.
16/6/2020, 10.00 WIB

Pandemi corona menyebabkan penyerapan domestik, terutama oleh PLN, menurun tajam. Hal itu menyebabkan lifting gas pada Mei 2020 tak mencapai target.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas mencatat realisasi lifting gas pada Mei 2020 mencapai 5.253 juta MMscfd atau 5,45% lebih rendah dibandingkan realisasi triwulan pertama sebesar 5.866 MMscfd,  Jika dibandingkan dengan target APBN 2020 sebesar 6.670 MMscfd, maka realisasi lifting/salur gas di bulan Mei 2020 hanya mencapai 79%.

Berdasarkan data penjualan Mei 2020, serapan LNG untuk pasar domestik turun tajam menjadi dua kargo dibandingkan serapan triwulan pertama 2020 yang mencapai 13 kargo. Hal itu terjadi karena pasar domestik, terutama PLN sebagai pembeli utama LNG dalam negeri, tidak mampu menyerap.

Pasalnya, pandemi Covid-19 berdampak pada terbatasnya pergerakan barang dan orang. Sehingga banyak pabrik mengurangi kegiatan operasinya atau bahkan harus menghentikan produksi sementara.

Hal tersebut berdampak terhadap berkurangnya konsumsi energi pada sektor industri. Kondisi tersebut berdampak juga terhadap kebutuhan energi PLN. SKK Migas pun terpaksa menjual kargo yang tak terserap ke pasar ekspor dengan resiko harga yang fluktuatif. 

(Baca: SKK Migas Proyeksi Harga Minyak Bisa Naik ke Level US$ 60 pada 2024)

(Baca: SKK Migas Siap Bahas Permintaan Kenaikan Tarif Perusahaan Pengeboran)

Implementasi Penurunan Harga Gas Industri

Denngan terbitnya aturan terkait penurunan harga gas industri dan PLN, SKK Migas berharap serapan gas domestik bisa meningkat ke depannya. Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan pihaknya bakal melaksanakan sosialisasi dan kordinasi dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) agar harga gas industri bisa turun.

Adapun, pada awal Juni lalu, SKK Migas dan KKKS telah menandatangani perjanjian Side Letter of PSC untuk memberikan jaminan hukum atas kontrak dan menciptakan kepastian usaha dengan kebijakan harga gas industri. "KKKS juga menandatangani Letter of Agreement (LoA) yang berlaku efektif sejak 13 April 2020. Penandatanganan LoA itu juga untuk memberikan kepastian bisnis bagi KKKS sebagai produsen di sektor hulu dan pembeli gas (buyer)," kata Dwi berdasarkan keterangan tertulis, Selasa (16/6).

Perjanjian tersebut merupakan kelanjuan dari Peraturan Menteri ESDM No. 8 tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri; Peraturan Menteri ESDM No. 10 tahun 2020 tentang tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 45 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pembangkit Tenaga Listrik; Keputusan Menteri ESDM No. 89 K/10/MEM/2020 tentang Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri; dan Keputusan Menteri ESDM No. 91 K/12/MEM/2020 tentang Harga Gas Bumi di Pembangkit Tenaga Listrik (Plant Gate)

Lebih lanjut, Dwi mengatakan, ditandatanganinya Side Letter of PSC menjelaskan penyesuaian bagi hasil antara SKK Migas dan KKKS dengan menggunakan provisional entitlement terhadap harga gas bumi yang ditetapkan Menteri ESDM. Perhitungan itu berdasarkan mekanisme penyesuaian perhitungan pengurangan bagian negara, sehingga pada sisi hulu migas sudah ada jaminan kepastian dimana penerimaan bagian KKKS tidak berubah.

Dengan kebijakan ini, pembeli dapat membeli gas dengan harga lebih rendah yaitu sebesar US$ 6 per MMBTU. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan serapan gas oleh industri pengguna.

“Selain kondisi Covid-19, rendahnya serapan gas pipa pada Mei 2020 disebabkan masa transisi dari industri pengguna gas atas implementasi Kepmen ESDM," ujar Dwi.

Keberhasilan implementasi Permen ESDM tersebut juga bergantung pada kesiapan industri pengguna gas dan PLN. Meski begitu, Dwi berharap pada Juni 2020 mulai diimplementasikannya Permen ESDM. Sehingga serapan gas bisa beranjak naik sejalan dengan berkurangnya pembatasan sosial karena Covid-19.

"Serta dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan perekonomian nasional melalui peningkatan nilai tambah di industri hilir.Hal itu dapat tercapai sesuai tujuan awal kebijakan Pemerintah melalui Perpres No 40 Tahun 2016," kata Dwi.

Adapun realisasi lifting  gas pipa untuk Program Pemerintah (City Gas dan BBG) pada April 2020 mencapai 11,5 BBTUD dan pada bulan lalu sebesar 11 BBTUD. Sedangkan gas pipa untuk lifting minyak pada April 2020 mencapai 181 BBTUD dan pada Mei 2020 sebesar 157 BBTUD.

Gas pipa untuk pabrik pupuk pada April 2020 mencapai 727 BBTUD dan pada Mei 2020 sebesar 629 BBTUD. Kemudian, gas pipa untuk kelistrikan pada April 2020 sebesar 719 BBTUD dan pada bulan lalu mencapai 643 BBTUD.

Gas Pipa untuk industri pada April tahun ini mencapai 1.501 BBTUD dan pada Mei 2020 sebesar 1.379 BBTUD. Sedangkan, LNG untuk domestik pada April 2020 realisasinya mencapai 541 BBTUD dan pada Mei tahun ini sebesar 164 BBTUD.

LPG Domestik pada April 2020 mencapai 134 BBTUD dan pada bulan lalu sebesar 67 BBTUD. Sedangkan gas pipa ekspor pada April 2020 mencapai 689 BBTUD dan pada Mei tahun ini sebesar 689 BBTUD.

LNG ekspor pada April 2020 realisasinya mencapai 1.438,63 BBTUD dan pada bulan inilalu 1.822 BBTUD. Sehingga secara total ada penurunan sebear 380 BBTUD atau sebesar 6%.

(Baca: Pandemi, Tamparan untuk Transisi Energi dan Kemandirian Energi)

Reporter: Verda Nano Setiawan