SKK Migas Proyeksi Harga Minyak Bisa Naik ke Level US$ 60 pada 2024
Pandemi corona menyebabkan harga minyak berada dalam tren turun. Hal itu dipicu anjloknya permintaan bahan bakar akibat karantina wilayah.
Setelah memasuki era new normal, harga minyak berangsur-angsur mulai naik. Kepala Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan harga minyak bakal mencapai titik keseimbangan baru di level US$ 60 per barel setelah pandemi corona.
Namun, "itu tidak terjadi pada 2021," kata Dwi seperti dilansir dari Antara pada Selasa (16/6).
Lebih lanjut, ia mengatakan, kemungkinan titik keseimbangan baru harga minyak tersebut akan terjadi pada 2024 atau 2025. Ia menjelaskan ada tiga faktor pendukung terhadap perkiraan tersebut.
Salah satunya yaitu perhitungan berdasarkan biaya produksi. Bila harga minyak di bawah US$ 30 per barel, banyak perusahaan minyak yang kolaps, kecuali yang memiliki cadangan besar.
(Baca: SKK Migas Tagih Chevron Lanjutkan Pengeboran Blok Rokan Tahun Ini)
Selain itu, pembicaraan negara anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang mulai memangkas produksi mereka. Di sisi lain, ada analisa-analisa perkiraan harga minyak mentah Brent oleh lembaga riset energi Woodmac, Rystad and Platts yang mendukung kenaikkan harga minyak dalam jangka panjang.
Di sisi lain, Dwi mengatakan dampak Covid-19 menyebabkan harga minyak dunia bergejolak hingga menurunkan aktivitas operasional kegiatan usaha hulu migas. Bahkan, sejumlah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) telah menunda rencana bisnis mereka.
Salah satunya jadwal produksi Proyek Marakes yang mundur dari Kuartal III 2020 menjadi kembali ke rencana awal POD Kuartal I 2021. Selain itu, lifting minyak pada tahun ini diproyeksi tak mencapai target.
"Angkanya yang realistis tahun ini 705 ribu barel per hari, dari target APBN 755 ribu barel per hari," katanya.
(Baca: SKK Migas: Lifting Migas RI Telah Capai 90% dari Target APBN 2020)