Riwayat Tim Pemburu Koruptor yang Akan Diaktifkan Mahfud MD Lagi

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/nz.
Menko Polhukam Mahfud MD (kiri) didampingi Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (kanan) Tim pemburu koruptor dibentuk Presiden SBY pada 2004. Kini akan dihidupkan lagi oleh Menkopolhukam Mahfud MD demi memburu koruptor Joko Tjandra.
10/7/2020, 11.57 WIB

Tim Pemburu Koruptor atau TPK yang pernah aktif di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akah dihidupkan lagi. Rencana ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD. Tujuannya untuk meringkus terpidana kasus Bank Bali, Joko Tjandra yang sampai saat ini masih buron.

Mahfud menyatakan, TPK bisa menjadi solusi menangkap Joko dan koruptor lain yang menjadi buronan. Nantinya TPK akan beranggotakan pimpinan Kejaksaan Agung dan Kemenkumham di bawah koordinasi Kemenko Polhukam.

Untuk merealisasikan rencana ini, kata Mahfud, pemerintah akan memperpanjang aturan hukum terkait TPK. Hal ini lantaran instruksi presiden (Inpres) Nomor 5 tahun 2004 terkait TPK telah habis masa berlakunya. Ia pun menyatakan Kemenko Polhukam telah memiliki instrument hukum yang bisa selaras dengan Inpres tersebut.

“Nanti mungkin dalam waktu yang tidak lama tim pemburu koruptor ini akan membawa orang, juga pada saatnya akan memburu Joko Tjandra,” kata Mahfud dalam keterangan resminya, Rabu (8/7).

(Baca: Mahfud MD: Malu Kalau Negara Dipermainkan Djoko Tjandra)

Pada era SBY, TPK beranggotakan orang-orang Kemenkumham, Polri, Kejaksaan Agung, Kementerian Luar Negeri, dan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK). Ketua pertama tim ini adalah mantan Wakil Jaksa Agung Basrief Arief sampai 2007. Kemudian digantikan oleh mantan Wakil Jaksa Agung Muchtar Arifin.

Selama aktif, TPK memiliki rekam jejak bagus dalam menangkap buronan kasus korupsi kelas kakap. Saat Basrief memimpin, tim ini berhasil menangkap mantan Direktur Bank Sertivia David Nusa Wijaya yang menjadi tersangka kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp 1,3 triliun.

David divonis delapan tahun penjara oleh Mahkamah Agung pada 2003, tapi keburu kabur sebelum dieksekusi. TPK pun menjadikannya salah satu target pertama. Bekerja sama dengan Biro Penyelidik Federal Amerika Serikat (FBI), tim berhasil menangkapnya di San Francisco pada 13 Januari 2006 dan membawanya ke Indonesia empat hari setelahnya.

(Baca: Buronan Joko Tjandra Tak Hadir di Persidangan, Sidang PK Ditunda)

Tempo pun pernah memberitakan TPK sempat mengejar aset Direktur Bank Global Irawan Salim yang terjerat kasus korupsi Bank Global ke Swiss. Aset tersebut berupa uang senilai Rp 500 miliar yang tersimpan di Bank Swiss. Tim bekerja sama dengan Kejaksaan Federal Swiss dalam pengejaran ini.

Sementara di bawah kepemimpinan Muchtar Arifin, TPK berhasil menangkap tersangka kasus BLBI Adrian Kiki Irawan di Australia pada 9 Desember 2008. Penangkapan dilakukan di Perth dengan bantuan kepolisian setempat. Adrian adalah mantan bos PT Bank Surya yang terbukti menyalurkan kredit ke beberapa perusahaan fiktif.

Akibat dari aksi Adrian, negara merugi Rp 1,9 triliun. Pada 8 Juli 2002 ia kabur ke Australia dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melakukan sidang lanjutan atas kasusnya secara in absentia atau tanpa dihadiri terdakwa. Pengadilan akhirnya memvonisnya hukuman seumur hidup pada 13 November 2002.

(Baca: KPK Sita Tabungan Rp 4,8 M Milik Bupati & Ketua DPRD Kutai)

Meskipun berhasil menangkap sejumlah koruptor, TPK sempat mendapat sorotan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) pada 2009 seperti diberitakan Detik.com saat itu. Hal ini karena tim yang telah berganti kepemimpinan ke mantan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga dinilai loyo lantaran tak berhasil menangkap satupun target dan tak bisa membawa uang negara di luar negeri kembali.

Salah satu target yang belum dapat ditangkap TPK di antaranya adalah tersangka kasus ekspor fiktif pada 1990-an Edy Tansil. Akibat kasus ini negara merugi Rp 1,3 triliun. PN Jakarta Pusat pun telah memvonisnya selama 20 tahun penjara. Belakangan, investigasi Tirto.id menemukan jejaknya di Tiongkok.

Dinilai Tak Perlu Diaktifkan Lagi

Terkait rencana pengaktifan lagi TPK, pengamat politik dari Political Policy Studies (P3S) Jerry Massie menilainya tak perlu. Menurutnya pemerintah cukup memperkuat lembaga antikorupsi yang sudah ada untuk menangkap Joko Tjandra dan koruptor lainnya.

“Misalnya ditambah jumlah penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” katanya melansir Antara.

Menurut Jerry, jumlah penyidik KPK yang saat ini sebanyak 117 orang masih kurang dari cukup untuk menyelesaikan kasus-kasus korupsi. Jumlah tersebut pun jauh di bawah Hong Kong yang memiliki lebih kurang 3.000 orang penyidik.

“Kalau perlu perkuat kinerja KPK dengan membuat kantor cabang di 34 provinsi,” katanya.

Selain itu Jerry menyatakan, KPK juga perlu memperkuat koordinasi dengan lembaga penegakan hukum lain, seperti Polri dan Kejaksaan. Khususnya dengan bagian penegakan tindak pidana korupsi di kedua lembaga tersebut. “Jadi jangan bentuk badan lagi,” katanya.

(Baca: Diklaim Kurangi Korupsi, E-Commerce B2B Diramal Tren di Kementerian)

Bedasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), indeks perilaku antikorupsi Indonesia pada 2020 sebesar 3,84. Angka ini lebih tinggi dari 2019 yang sebesar 3,7. Nilai indeks mendekati 5 menunjukkan masyarakat berperilaku semakin antikorupsi. Indeks selengkapnya bisa dilihat di Databoks berikut: