Kejaksaan Agung Periksa Ketua API Dalam Kasus Penyelundupan Tekstil

ANTARA FOTO/Reno Esnir
Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) didampingi Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi (kiri) menunjukan barang bukti tekstil selundupan saat rilis Pembongkaran penyelundupan tekstil di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (3/5). Kejaksaan Agung terus menyelidiki kasus penyelundupan tekstil.
24/7/2020, 11.24 WIB

Kemudian, Kamaruddin Siregar Kepala Seksi Pabean dan Cukai II pada KPU Bea dan Cukai Batam, serta Irianto pemilik PT Fleming Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima. Kelima tersangka telah ditahan oleh Kejaksaan Agung. 

Kasus ini bermula pada periode 2018 hingga April 2020 saat pejabat Bea dan Cukai Kota Batam bersama dengan PT Fleming Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima melakukan kegiatan impor produk kain sebanyak 566 konteiner. Mereka bersengkongkol dengan cara mengubah invoice dengan nilai yang lebih kecil untuk mengurangi bea masuk yang harus dibayar perusahaan. 

Tak hanya itu, para tersangka juga mengurangi volume dan jenis barang dalam dokumen perizinan dengan tujuan mengurangi kewajiban Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara atau BMTPS. Caranya dengan menggunakan Surat Keterangan Asal atau SKA yang tidak benar.

Kecurigaan terhadap kasus itu terendus sejak Bidang Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok, Jakarta Utara menemukan 27 kontainer milik kedua perusahaan pada 2 Maret 2020 yang tidak sesuai jumlah dan jeninya. Jumlah kelebihan fisik barang untuk PT. PGP sebanyak 5.075 roll dan PT. FIB sebanyak 3.075 roll. 

Di dalam dokumen pengiriman disebutkan juga disebut asal kain berasal dari Shanti Park, Myra Road, India dan kapal pengangkut berangkat dari Pelabuhan Nhava Sheva di Timur Mumbai, India. Namun faktanya, kapal pengangkut tersebut tidak pernah singgah di India dan kain-kain tersebut ternyata berasal dari Tiongkok.  

Tiongkok merupakan eksportir tekstil dan produk tekstil (TPT) terbesar ke Indonesia. Pada 2018, volume impor TPT asal Tiongkok mencapai 4.392 ton, turun 27,18% dibandingkan dengan 2017 yang mencapai 6.031 ton.     

Impor TPT dari Tiongkok pada 2017 sempat melonjak hingga 123,29% dibandingkan 2016 yang sebesar 2.701 ton. Secara berturut-turut, volume impor TPT asal Tiongkok mencapai 4.080 ton pada 2014 kemudian turun menjadi 3.530 ton pada 2015, dan turun lagi menjadi 2.701 pada 2016.    

Adapun nilai impor TPT asal Tiongkok pada 2018 sebesar US$ 42,7 juta, meningkat 19,75% dari periode sebelumnya yang sebesar US$ 35,7 juta. Sebagaimana volume impor TPT, nilai impor terendah terjadi pada 2016 sebesar US$ 25,7 juta atau menurun hingga 44,18% dibandingkan 2015 yang sebesar US$ 46 juta. 

Halaman:
Reporter: Tri Kurnia Yunianto