Presiden Joko Widodo telah melantik enam Menteri dan lima wakil Menteri baru pada Rabu (23/12). Salah satu yang mengucapkan sumpah jabatan pagi ini adalah Edward Komar Syarief Hiariez sebagai Wamen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pria yang kerap dipanggil Eddy Hiariej ini adalah guru besar ilmu Hukum Pidana di Universitas Gadjah Mada. Bahkan, dia mendapatkan gelar tersebut pada usia 37 tahun.
Dikutip dari berbagai sumber, pria kelahiran Ambon 47 tahun lalu ini menyelesaikan sarjananya pada tahun 1998 dan langsung melamar menjadi dosen di UGM. Dia lalu melanjutkan pendidikannya hingga jenjang doktoral dan menyelesaikan disertasi yang membahas penyimpangan asas legalitas dalam pelanggaran HAM.
Eddy yang pernah menjadi Asisten Wakil Rektor UGM ini sempat jadi perbincangan publik saat sidang sengketa Pemilihan Presiden 2019 di Mahkamah Konstitusi pertengahan tahun lalu. Dia saat itu menilai pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) baru dapat dibuktikan jika terjadi pada lebih dari separuh jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Dengan demikian, kecurangan paling minimal harus ditemukan pada 415 ribu dari 830 ribu TPS seluruh Indonesia. Persyaratan separuh dari jumlah TPS untuk memenuhi unsur masif dalam pelanggaran TSM. Masif berarti kecurangan yang terjadi menimbulkan dampak luas terhadap hasil Pemilu 2019.
"Kalau sangat luas itu berarti bila pakai metode kuantitatif berarti 50% plus satu," katanya di gedung MK, Jakarta, Jumat (21/6).
Bukan hanya saat Pilpres, sebelumnya Eddy juga sempat menjadi saksi ahli Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada kasus persidangan kasus penistaan agama tahun 2017 lalu. Ia saat itu menyatakan pernyataan Ahok harus dilihat secara holistik dengan melibatkan ahli bahasa dan agama dalam sidang.
"Jika ingin lebih dalam lagi apakah orang ini punya niat dalam menyatakan hal tersebut (penistaan), perlu dihadirkan ahli fisiologi untuk membaca gerak tubuh," kata Eddy pada persidangan tanggal 14 Maret 2017 seperti dikutip dari Kompas.com.
Tak hanya sebagai saksi, Eddy juga ikut berperan dalam proses legislasi beberapa Undang-undang. Salah satunya adalah Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang belakangan menjadi polemik di tengah masyarakat.
Dia saat itu diundang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai tim ahli bersama Prof. Harkristuti Hakrisnowo dan Prof. Muladi. Saat itu, Eddy mengatakan RKUHP yang disusun merupakan sebuah solusi bersama.
“Ketika saya berinteraksi dalam susunan RKUHP, pandangan yang selama ini dikhawatirkan masyarakat sudah dimentahkan,” kata Eddy pada 19 September 2019 lalu dikutip dari Antara.
Eddy bergabung dengan pemerintahan Jokowi saat ditunjuk Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sebagai salah satu penasihat senior KSP pada Februari 2020 lalu. Dia dan 12 tokoh lain bertugas memberi masukan terkait dengan tugas-tugas yang dijalankan KSP.