10 Manfaat Hutan Bakau bagi Lingkungan dan Kehidupan

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.
Warga membawa bibit bakau untuk ditanam di perairan pantai Pulau Harapan, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, Sabtu (22/5/2021). Penanaman bakau oleh Yayasan Kehati dan lembaga Divers Clean Action (DCA) di Pulau Harapan tersebut menjadi bagian dari rangkaian kegiatan Hari Keanekaragaman Hayati Sedunia sekaligus sebagai kampanye pelestarian hutan bakau (mangrove) sebagai pelindung kawasan pesisir dan habitat bagi aneka ragam hayati.
2/8/2021, 13.35 WIB

8. Penyerap karbon dioksida

Penelitian oleh Dr. ‪Nugroho Tri Waskitho dari Universitas Muhammadiyah Malang‬ dalam IOP Conference Series: Material Science and Engineering menunjukkan bahwa hutan mangrove memiliki kemampuan untuk menyerap karbon.

Studi lain menunjukan bahwa umur dewasa tanaman bakau rata-rata sebesar 25 tahun. Satu hektar hutan bakau dewasa mampu menyerap 840 metrik ton karbon dioksida. Artinya, satu pohon bakau mampu menyerap 308 kg (0,3 ton) karbon dioksida dari atmosfer selama masa pertumbuhannya, yaitu 12,3kg per tahun.

Penyebab utama perubahan iklim adalah jumlah karbon dioksida yang berlebihan akibat penggunaan bahan bakar fosil. Dengan adanya hutan bakau, lebih banyak karbon dioksida yang diserap sehingga mampu mencegah perubahan iklim.

9. Sebagai tempat pariwisata

Kawasan hutan bakau bisa dikembangkan menjadi tempat pariwisata yang indah dan juga edukatif. Dengan demikian, hutan bakau dapat menjadi tujuan wisata dari berbagai daerah maupun mancanegara. Pariwisata hutan bakau juga dapat memberikan dampak ekonomi yang sangat baik untuk masyarakat di sekitarnya.

10. Menjaga Kualitas Air dan Udara

Hutan bakau yang rimbun dapat membantu manusia untuk mendapatkan air bersih dan udara yang segar. Tanaman bakau memiliki fungsi untuk menyerap semua kotoran yang berasal dari sampah manusia maupun kapal yang berlayar di laut. Manfaat hutan bakau bagi kehidupan adalah menyerap semua jenis logam berbahaya sehingga membuat kualitas air menjadi lebih bersih.

Ragam manfaat tersebut membuat hutan bakau menjadi ekosistem penting dalam kehidupan di wilayah pesisir dan kelautan. Dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Pengelolaan Mangrove Nasional yang diadakan pada 11 Januari 2021, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan bahwa manfaat ekosistem hutan bakau mampu mengurangi 10-31 % emisi tahunan dari sektor penggunaan lahan.

Namun, ekosistem hutan bakau di Indonesia mengalami kerusakan yang cukup signifikan. Berdasarkan data Badan Pangan Dunia atau Food and Agriculture Organization (FAO), dalam tiga dekade terakhir, hutan bakau di Indonesia telah berkurang sebesar 40% menjadikan Indonesia sebagai negara dengan kecepatan kerusakan hutan bakau terbesar di dunia.

Menteri KLHK, Siti Nurbaya, dalam Rakor tersebut mengatakan bahwa seluas 637 ribu hektar lahan kritis hutan bakau telah direhabilitasi seluas 17 ribu hektar pada 2020, sehingga sasaran indikatif hingga tahun 2024 adalah 620 ribu hektar lahan.

Upaya perlindungan hutan bakau

Pada 22 Desember 2020, Pemerintah Indonesia dan Jerman menandatangani perjanjian kerja sama keuangan berbentuk hibah senilai EUR 20 juta untuk Program Perlindungan Hutan Mangrove termasuk Pembentukan Pusat Mangrove Dunia atau World Mangrove Center (WMC) di Indonesia.

Proyek ini akan berlangsung selama 8 tahun dengan tujuan utama untuk mendukung perlindungan dan restorasi  hutan bakau pada wilayah Indonesia melalui pengelolaan yang berkelanjutan secara sosial, ekologi, dan ekonomi oleh instansi kehutanan dan masyarakat.

Pelaksanaan proyek mengambil tiga lokasi yaitu:

  • Suaka Margasatwa (SM) Karang Gading, Sumatera Utara.
  • Delta Mahakam dan Berau, Kalimantan Timur.
  • Kota Sorong dan Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat.

Hasil dari proyek kerja sama tersebut mencakup 5 aspek, yaitu:

  • Konservasi, restorasi dan pengelolaan hutan mangrove secara berkelanjutan.
  • Pemberdayaan masyarakat dan mata pencaharian.
  • Perencanaan tata ruang, kebijakan dan advokasi.
  • Riset terapan dan pengembangan yang inovatif.
  • Pembentukan World Mangrove Centre (WMC).

Selain proyek tersebut, pemerintah telah menyusun rencana rehabilitasi hutan bakau di Provinsi Kalimantan Timur yang ditargetkan seluas 27.244 hektare dengan periode waktu selama 4 tahun, yaitu tahun 2021-2024 dengan rincian tahun 2021 seluas 6.634 hektare, tahun 2022 seluas 6.870 hektare, tahun 2023 seluas 6.870 hektare, dan tahun 2024 seluas 6.870 hektare.

Upaya perlindungan hutan bakau juga dilaksanakan di Pulau Jawa. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendapatkan Anggaran Belanja Tambahan Tahun 2021 sebesar Rp43,34 miliar yang dialokasikan di Ditjen Pengelolaan Ruang Laut dan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang terbit tanggal 19 Maret 2021. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, Kamis (8/4/2021).

Anggaran tambahan tersebut rencananya akan digunakan untuk pelaksanaan rehabilitasi hutan bakau dengan total penanaman seluas 2.008 hektare. Rehabilitasi tersebut dilakukan di empat Provinsi, yaitu 6 Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, 3 Kabupaten/Kota di Provinsi Banten,  10 Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat, dan 12 Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur.

Selain penanaman, anggaran tambahan dipakai untuk pengadaan bibit, bantuan sarana serta kegiatan pendukung. Semua kegiatan rehabilitas hutan mangrove tersebut dilaksanakan melalui sistem padat karya dengan komponen upah yang dibayarkan sebesar Rp 9,64 miliar.

Hingga tahun 2021, KKP telah mengagendakan rehabilitasi hutan mangrove seluas 391,17 hektare dengan jumlah pekerja yang terserap dari kegiatan itu mencapai 1.673 orang. Dengan adanya penambahan luas hutan mangrove yang akan direhabilitasi, maka penyerapan tenaga kerja di masa pandemi Covid-19 juga meningkat sehingga dapat membantu ekonomi masyarakat.

Halaman: