Otoritas Jasa Keuangan atau OJK merilis peraturan baru terkait bank umum, yang di antaranya menjelaskan mengenai bank digital. Peraturan OJK nomor 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum memaparkan definisi resmi bank digital.
Berdasarkan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 peraturan tersebut, bank digital adalah bank berbadan hukum Indonesia (BHI) yang menyediakan dan menjalankan kegiatan usaha terutama melalui saluran elektronik tanpa kantor fisik selain kantor pusat atau menggunakan kantor fisik terbatas. Bank bisa merupakan bank baru maupun bank lama yang bertransformasi menjadi bank digital.
Selanjutnya dalam Bab IV tentang Bank Digital, dijelaskan semua bank BHI dapat beroperasi sebagai bank digital. Bank yang memilih model bisnis fully digital bank tetap diwajibkan memiliki minimal satu kantor fisik berupa kantor pusat dan memenuhi persyaratan operasional sebagai bank digital.
Bagi bank yang bertransformasi menjadi bank digital, OJK memperbolehkan bank tersebut mempertahankan atau menambah jaringan kantornya yang telah ada. Namun, OJK juga memperbolehkan bank untuk menutup jaringan kantor secara sekaligus atau bertahap, selain kantor pusat dan atau terminal perbankan elektronik.
Bank yang ingin beroperasi sebagai bank digital harus memenuhi sejumlah persyaratan. Pertama, harus memiliki model bisnis dengan penggunaan teknologi yang inovatif dan aman dalam melayani kebutuhan nasabah. Syarat lainnya, bank digital harus memiliki kemampuan mengelola model bisnis perbankan digital yang pruden dan berkesinambungan.
Syarat untuk menjadi bank digital yang harus dipenuhi adalah memiliki manajemen risiko secara memadai. Lalu, memenuhi aspek tata kelola termasuk pemenuhan direksi yang mempunyai kompetensi di bidang teknologi informasi dan kompetensi lain sesuai dengan ketentuan OJK mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa keuangan.
Syarat kelima adalah menjalankan perlindungan terhadap keamanan data nasabah. Terakhir, bank digital harus memberikan upaya yang kontributif terhadap pengembangan ekosistem keuangan digital dan inklusi keuangan. Bank tersebut, wajib menjaga pemenuhan persyaratan selama beroperasi menjadi bank digital.
Meski mendefinisikan bank digital, OJK secara umum hanya membagi dua jenis bank yaitu bank umum dan bank perkreditan rakyat sesuai dengan Undang-Undang Perbankan. OJK tidak mendefinisikan bank digital sebagai suatu bank jenis baru.
Jadi, kehadiran istilah bank digital dalam POJK terbaru ini, tidak mengubah bank secara kelembagaan. OJK hanya memperjelas definisi Bank Digital tapi tidak mendikotomikan antara bank yang telah memiliki layanan digital, bank digital hasil transformasi dari bank inkumben, ataupun bank digital yang terbentuk melalui pendirian bank baru (full digital bank).
"Bagaimanapun bank tetaplah bank, bank is bank,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana dalam siaran pers terkait dengan dikeluarkannya POJK tentang Bank Umum, Kamis (19/8).
OJK berpandangan tidak perlu mendikotomikan antara bank tradisional yang sama sekali belum memiliki layanan digital dan bank yang telah memiliki layanan perbankan digital. Termasuk juga bank yang menerapkan model bisnis bank digital secara hybrid dengan membentuk unit bisnis sendiri pada bank eksisting, bank digital hasil transformasi dari bank tradisional, ataupun bank digital yang terbentuk melalui pendirian bank baru (fully digital bank).
Proses digitalisasi perbankan lebih merupakan strategi dalam pemilihan model bisnis serta infrastruktur pendukungnya. Memiliki layanan digital merupakan pilihan bagi pelaku industri perbankan dan secara kelembagaan tetaplah bank sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Perbankan.