Liputan Khusus | SAFE Forum 2021

Perdagangan Karbon di Indonesia Terganjal Pandemi Covid-19

Katadata
Staf Khusus Menteri Keuangan Masyita Crystallin dalam Katadata Sustainability Action for The Future Economy (SAFE) Forum 2021 secara virtual, Senin (23/8).
23/8/2021, 14.29 WIB

Terkait Perpres nilai karbon, ia memastikan bakal ada dua instrumen perdagangan. Pertama, perdagangan izin emisi (emission trading system) atau membeli izin dari entitas yang kelebihan emisi kepada mereka yang kekurangan emisi.

Kedua, offset emisi atau (crediting mechanism) yaitu entitas yang memiliki kelebihan karbon bisa menjual karbon kepada entitas yang memerlukan kredit karbon.

Sementara, ada dua jenis instrumen non perdagangan, yaitu pajak karbon dan result based payment. "Pajak karbon akan secara tidak langsug menaruh floor price pada saat bursa atau pasar karbon di Indonesia sudah mulai berkembang," katanya.

Sementara, Chief Strategy Officer Star Energy Geothermal (SEG) Agus Sandy Widyanto mengatakan, pihaknya menghadapi kendala di pasar karbon internasional. Kendala pertama ialah pendaftaran carbon credit yang sangat kompleks dan berbiaya mahal.

"Bahkan dari 7 generator kami, hanya 2 yang terkualifitikasi skema karbon internasional," ujar dia. Meski begitu, 5 generator SEG akhirnya tetap tersertifikasi Renewable Energy Certificate (REC).

Kedua, harga carbon credit inetrnasional terpuruk sejak 2009 dari belasan dolar per ton menjadi US$ 1/ton. Sejak 2020, harga carbon credit pun telah pulih meski masih jauh dari acuan sebelumnya. Selanjutnya, minimnya transparansi harga di pasar karbon internasional. SEG pun hanya tergantung pada para broker untuk menelusuri harga.

"Kami harap di Indonesia kita bisa mendapatkan mekanisme bursa karbon yang berikan transparansi harga," ujar dia.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika