Menteri Keuangan Sri Mulyani mengklaim pengendalian Covid-19 di Indonesia lebih baik daripada banyak negara maju. Hal ini, menurut dia, tak lepas dari peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 yang fleksibel dalam merespons pandemi Covid-19.
"Kita berhasil mencegah penularan covid-19 pada tingkat yang relatif terjaga rendah dibandingkan negara-negara yang bahkan dengan pendapatan perkapita lebih tinggi," kata Sri Mulyani dalam RapatParipurna DPR RI Ke-4 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021-2022, Selasa (7/9).
Sri Mulyani menilai, penyebaran Covid-19 di Indonesia cenderung terjaga dibandingkan negara maju sekalipun memiliki perkeonomian yang lebih besar. Padahal, negara-negara maju cenderung memiliki sumber daya yang lebih banyak serta sistem kesehatan yang jauh lebih maju.
Selain dari sisi penangan kesehatan, output ekonomi Indonesia juga diklaim lebih baik dibandingkan negara lain. APBN yang bersifat countercyclical disebut membantu pertumbuhan ekonomi tahun lalu tidak terkontraksi lebih dalam.
"Pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2020 terkontraksi 2,07% dan ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki level kontraksi ekonomi yangg moderat," kata Sri Mulyani.
Dia membandingkan capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan negara lainnya yang lebih buruk. Berdasarkan outlook ADB April 2021, pertumbuhan ekonomi RI tahun lalu lebih baik dibandingkan rata-rata ekonomi ASEAN yang terkontraksi 4%. Kontraksi ekonomi RI tahun lalu juga lebih baik dibandingkan rata-rata negara G20 atau 20 ekonomi terbesar tahun lalu yang minus 4,7%.
Di sisi lain, Sri Mulyani mengakui pandemi telah mendorong banyak negara menghadapi tantangan berupa pembengkakan utang, tidak terkecuali Indonesia. Dia menyebut kebutuhan dana untuk penanganan pandemi dan perlindungan masyarakat yang besar, ditambah melemahnya penerimaan negara akibat lesunya ekonomi yang berimplikasi pada peningkatan utang pemerintah tahun lalu.
"Rasio utang Indonesia terhadap PDB tahun lalu 39,4%, meski demikain pembiayan APBN dapat dijaga dalam kondisi aman sehingga rasio utang tetap dapat dijaga di bawah maksimum 60% sesuai peraturan perundang-undangan," kata Sri Mulyani.
Dia kembali membandingkan pelebaran rasio utang Indonesia yang juga jauh lebih terjaga dibandingkan dengan negara lainnya. Dia menyebut Meksiko memiliki rasio utang terhadap PDB yang lebih tinggi yakni 61%, India 89,4% Brazil 93,9% Tiongkok 66,3% dan AS 133,6%.
Namun, berdasarkan data terbaru, rasio utang pemerintah terhadap PDB hingga akhir Juli terus naik menjadi 40,51% terhadap PDB. Nilai utang pemerintah tercatat Rp 6.570,17 triliun, naik Rp 1.135 triliun atau 20,89% secara tahunan. Sebagian besar utang pemerintah bersumber dari penerbitan surat berharga negara (SBN).