Marak Korupsi di Sektor Pendidikan, Nadiem Makarim Harus Turun Tangan

ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/nz
Guru melakukan Pembelajaran Jarak Jauh secara daring dengan siswanya di SDN Polisi 1, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (30/7/2020).
23/11/2021, 17.23 WIB

Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendesak Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim untuk ikut mengawasi praktik korupsi di sektor pendidikan. 

Mantan penyidik KPK Yudi Purnomo mengatakan sektor pendidikan rentan terhadap korupsi karena terdapat dana yang besar dan adanya kewenangan dalam mengelola dana tersebut. Ia pun menyitir riset Indonesian Corruption Watch yang menyebut kerugian negara di sektor pendidikan mencapai Rp 1,6 triliun pada periode 2007-2021.

"Data dari ICW ini sangat penting dan menjadi masukan berharga seharusnya bagi menteri untuk segera bertindak cepat," ujar Yudi kepada Katadata pada Kamis (23/11).

Yudi mengatakan akses harus dibuka lebar untuk mengawasi para tenaga kerja yang mengelola keuangan dana pendidikan. Tenaga pendidikan harus mencari akar permasalahan dari kasus korupsi sektor pendidikan. Ia juga menyoroti bagaimana korupsi dalam skala kecil terjadi hingga menyebabkan kerugian yang besar. 

Menurut Yudi prioritas saat ini adalah upaya pencegahan korupsi dengan membangun sumber daya manusia pendidikan yang berintegritas. Kedua adalah pengawasan terhadap dana pendidikan dan ketiga adalah akuntabilitas dalam penyelenggaraan pendidikan.

Sebelumnya, ICW merilis kajiannya soal korupsi di sektor pendidikan. Riset itu menyebut terdapat 240 korupsi pendidikan yang ditindak oleh aparat penegak hukum dari Januari 2016 hingga September 2021.

Berdasarkan kajian ICW dari 240 kasus korupsi sektor pendidikan terdapat 52 kasus berkaitan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Pada tahun anggaran 2020 terdapat 2 korupsi dana BOS dengan modus pemotongan oleh oknum Dinas Pendidikan dan kegiatan fiktif di sekolah. Kasus ini terdapat di Kota Bitung, Sulawesi Sulawesi Utara, dan Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur dan telah ditindak oleh kejaksaan.

"Korupsi dana BOS bahkan masih tetap terjadi meski skema penyaluran dana telah diubah sejak 2020, dari yang sebelumnya ditransfer oleh Kementerian Keuangan ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) menjadi ditransfer langsung ke rekening sekolah," seperti dikutip dari situs resmi ICW.

Bentuk korupsi lainnya adalah terkait pembangunan infrastruktur dan pengadaan barang dan jasa non infrastruktur. Hal ini menyangkut pengadaan buku, arsip sekolah, perangkat TIK untuk e-learning, pengadaan tanah untuk pembangunan fasilitas pendidikan, dan lainnya.

Sejumlah 124 kasus terdapat dalam ranah Dinas Pendidikan dan sekolah dengan kerugian negara mencapai Rp 225,2 miliar. Korupsi pada Dinas Pendidikan berupa mark up anggaran sebanyak 20% dari kerugian negara, 15% dari penggelapan anggaran dan 12,6% dari pungutan liar.

Hasil kajian ICW mencatat ada 124 kasus  (51,6%) kasus korupsi pendidikan yang terjadi di level Dinas Pendidikan dengan kerugian negara mencapai Rp 225,2 miliar. Korupsi di Dinas Pendidikan umumnya berupa mark up anggaran (20%), penggelapan anggaran (15%), dan pungutan liar (pungli) atau pemerasan (12,6%).

Sementara korupsi di lingkungan sekolah berkaitan dengan penggunaan dan laporan pertanggungjawaban dana BOS sebanyak 37. Korupsi dilakukan mulai dari pungli penerimaan siswa baru, dana Ujian Nasional (UN), operasional Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), sertifikasi guru, penebusan Standar Kompetensi Kelulusan (SKL), dan keperluan kelas.

Sebagian sumber dana diduga diperoleh dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Hal ini lantaran terdapat kasus-kasus yang sumber anggarannya tidak disebutkan dengan jelas. Sedangkan terdapat 34 kasus yang diidentifikasi berasal dari DAK.

Sumber dana lain yang diperoleh berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU), dana otonomi khusus, anggaran Kemendikbud, anggaran Kemenag, dan APBD. 

"Kerugian negara kami yakini jauh lebih besar sebab terdapat kasus yang hingga kajian ini disusun belum diketahui besaran kerugian negaranya," tulis ICW.

Kasus korupsi yang telah ditindak pada tahun 2016 hingga 2021 melibatkan 621 tersangka. Sebanyak 288 tersangka merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) Dinas Pendidikan dan instansi lain di luar ASN sekolah. 

Dari 288 tersangka sebanyak 160 merupakan ASN Dinas Pendidikan, 84 tersangka merupakan ASN dari instansi lain seperti kementerian, Dinas Sosial, Dinas Syariat Islam, Dinas Komunikasi dan Informasi, dan 44 tersangka merupakan Kepala Dinas Pendidikan.

Sementara untuk kasus korupsi di ranah perguruan tinggi mencapai 20 kasus dengan kerugian negara yang mencapai Rp 789,8 miliar. 

Salah satu kasus korupsi yang sedang didalami oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) saat ini terkait dugaan korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan SMKN 7 Tangerang Selatan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten pada tahun anggaran 2017.

KPK juga telah memanggil Kepala Sekolah SMKN 7 Tangsel, Aceng Haruji untuk diperiksa. Namun, Aceng tidak hadir dalam pemanggilan tersebut.

Kasus lain yang sedang diusut KPK adalah terkait dugaan korupsi pembangunan toilet di sejumlah sekolah di Bekasi, Jawa Barat. KPK sudah menerbitkan surat penyelidikan untuk proses verifikasi dan klarifikasi dari pihak yang mengetahui kasus tersebut. Saat ini KPK masih mengumpulkan bukti dan belum menetapkan tersangka.




Reporter: Nuhansa Mikrefin