Pengusaha Tak Khawatir Revisi UU Cipta Kerja Asalkan Isinya Tak Diubah

Arief Kamaludin|KATADATA
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani
25/11/2021, 19.03 WIB

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) tidak mempermasalahkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merevisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 atau Cipta Kerja. Pasalnya, keputusan tersebut tidak terkait isi UU, melainkan proses pengundangannya.

Seperti diketahui, MK menolak gugatan membatalkan UU Cipta Kerja yang diajukan kelompok buruh. Namun, hakim konstitusi meminta pemerintah dan DPR merevisi UU Cipta Kerja dalam dua tahun ke depan.

"Sepemahaman kami, yang ditangguhkan itu adalah aturan-aturan turunan yang belum dibuat atau belum dilaksanakan, tapi yang sudah terlanjur dibuat tetap dilaksanakan," kata Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani dalam konferensi pers, Kamis (24/11).

Hariyadi menilai, hal yang dipermasalahkan MK dalam putusan ini adalah hukum formilnya. Pemerintah harus memperbaiki hal-hal yang kurang tepat secara hukum formil, namun tidak membatalkan substansi dari UU tersebut.

Namun, Apindo mengingatkan persoalan besar akan terjadi jika keputusan MK juga mengharuskan pemerintah mengubah isi UU Ciptaker. Pasalnya, jika ada perubahan materil maka akan berdampak pada citra Tanah Air.

Hal ini lantaran kepastian hukum merupakan salah satu faktor terpenting dalam meningkatkan kepercayaan dan bisnis investor. Meski demikian Hariyadi optimis pemerintah dan dewan akan membenahi aturan ini dalam dua tahun.

Sedangkan Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Kadin Sarman Simanjorang juga optimis perbaikan UU Cipta Kerja dapat segera dilakukan. Dia mengatakan waktu dua tahun untuk menyempurnakan kebijakan agar tidak hanya menguntungkan satu pihak.

"Dari sisi regulasi, bagi mereka ada kepastian ketika mereka masuk. Juga bagi investor yang sudah masuk dan pengusaha sudah ada ketenangan," kata Sarman kepada Katadata, Kamis (24/11).

Sebelumnya, MK menyebut UU Cipta Kerja cacat formil karena tidak sesuai dengan tata cara pembentukan undang-undang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2021.

Secara garis besar, prosedur pembentukan UU mencakup lima tahapan; pengajuan rancangan, pembahasan bersama DPR dan pemerintah, persetujuan bersama, pengesahan, dan pengundangan.

Salah satu dalil pemohon yang dipertimbangkan MK terkait dengan ketidakjelasan apakah UU Cipta Kerja merupakan UU baru, UU Perubahan, atau UU pencabutan.

Majelis Hakim menyebut substansi terbesar dalam UU Cipta Kerja merupakan perubahan terhadap sejumlah undang-undang. Setidaknya ada 77 undang-undang perubahan dan 1 UU pencabutan yang termaktub dalam UU tersebut.

Mengacu pada UU No. 12 tahun 2011, baik UU perubahan maupun UU pencabutan tidak harus disertai kata ‘perubahan’ dan ‘pencabutan’. Inilah yang tidak ada di judul UU Cipta Kerja sehingga dianggap tidak memenuhi standar baku.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi