Contoh Cerpen Singkat Inspiratif dan Penjelasan Strukturnya

Pexels/Lisa
Ilustrasi membaca cerpen
Editor: Safrezi
9/12/2021, 12.42 WIB

Setelah sorak-sorai dan tepuk tangan mulai mereda, Pak Guru kelas 6, yang menjadi salah satu juri lomba, mulai memberikan pertanyaan. Pertanyaan itu berisi soal matematika.

Para peserta berusaha menghitung dengan cepat di kertas yang sudah disediakan di atas meja. Saat Sasha masih berkutat dengan hitungannya, wakil dari kelas 5B mengangkat tangan kanannya.

“Jawabannya adalah 75,” ucap anak laki-laki yang menjadi wakil kelas 5B.

Pak Guru terdiam sebentar. Kemudian ia mengangguk. “Ya, benar!” jawabnya. Wakil dari kelas 5B itu tersenyum bangga. Para murid yang menonton memberi tepukan tangan meriah. Sedangkan Guru lainnya menuliskan sebuah garis pada kolom kelas 5B di papan tulis.

Pertanyaan lain diajukan oleh juri yang berbeda. Sasha belum mengangkat tangannya saat wakil dari kelas 5B mengangkat tangan, lantas menjawab pertanyaan dengan benar. Satu poin lagi untuk kelas 5B.

Perlombaan ini berjalan dengan seru dan menegangkan. Wakil dari kelas 5B dan wakil dari kelas 5C bersaing ketat memperebutkan juara. Nilai mereka saling mengejar di papan tulis. Sedangkan Sasha tertinggal sangat jauh.

Wulan, Niken, Dini, dan murid-murid dari kelas 5A tercengang. Kelas-kelas lainnya sudah mendapat belasan poin. Sementara Sasha sama sekali belum mengangkat tangan untuk menjawab. Mereka bertiga hampir meneteskan airmata, karena bisa melihat dengan jelas bahwa Sasha gemetar. Tangannya meremas ujung seragamnya. Keringat bercucuran dari dahinya. Ia terlihat gugup karena selalu tertinggal dalam menjawab.

Aula yang dijadikan ruangan lomba kini dipenuhi dengan suara berbisik-bisik. Sementara wakil dari kelas 5B dan 5C menjawab pertanyaan dengan lantang.

Wah, kalau begini kelas 5A yang mendapat juara terakhir,” bisik seorang murid yang duduk di depan Wulan dan Niken.

“Iya. Padahal kelas 5A itu kan, kelas unggulan,” tambah murid yang lain, sambil berbisik juga. Niken, Wulan, dan Dini yang duduk bersebelahan, saling berpandangan dengan sorot mata cemas. Mereka hanya bisa berdoa dalam hati.

Para juri masih memberikan beberapa pertanyaan lagi. Sasha berhasil menjawab 3 pertanyaan dengan benar sebelum lomba ini berakhir. Tetapi, tentu saja itu belum cukup untuk menyaingi poin yang sudah didapatkan oleh kelas-kelas lain.

Lomba pun berakhir. Para juri memberi selamat kepada ketiga anak yang mewakili kelas mereka masing-masing. Semua tersenyum, tapi Sasha terlihat sangat murung. Dari tempat duduk mereka, Wulan, Niken dan Dini yakin bahwa sebenarnya Sasha merasa malu sekali. Kepalanya menunduk dan kedua pipinya memerah, seperti ingin menangis.

Ketiga temannya tidak tahu harus berbuat apa. Mereka merasa tidak enak hati, dan terlebih lagi mereka merasa sangat bersalah. Sedih dan tertekan sekali rasanya, melihat Sasha yang sebetulnya begitu baik, hari ini terlihat menderita.

Saat itulah rasa sesal yang begitu kental terasa membanjiri rongga dada Wulan, Niken dan Dini. Ah, seandainya saja mereka mempunyai keberanian untuk menegur Sasha jauh sebelum hari ini. Seandainya saja mereka bisa melawan perasaan sungkan karena telah banyak dibantu oleh keluarga Sasha. Pastilah Sasha tidak perlu menanggung malu seperti itu.

Sasha diam-diam menyesali kecurangannya. Seandainya saja ia jujur sejak awal, tentu wajahnya akan terselamatkan dari rasa malu. Seandainya ia tidak terlena dengan kebanggaan semu, tentu hatinya tidak akan tersayat oleh kesedihan.

Contoh Cerpen Singkat

Berikut contoh cerpen singkat dari buku Dari Kata Berakhir Karya oleh Tim GLN Gareulis Jabar SMP Negeri 2 Sindang.

Judul: Gadis Kecil di Danau.

Penulis: Emsi Susilawati

Di suatu pagi yang cerah ketika aku berjalan-jalan di danau dekat rumah. Aku melihat seorang anak perempuan yang tidak jauh umurnya denganku sedang duduk sendiri di pinggir danau sambil memandangi air seraya berkaca-kaca. Aku pun akhirnya kembali berjalan dan ketika aku kembali sore hari ke danau itu. Aku masih melihat anak perempuan itu. Awalnya aku tidak penasaran kepada anak perempuan itu tapi lama-lama, aku semakin penasaran sudag beberapa hari setelah aku melihatnya. Di kala senja mata hari aku melihat dia aku pun mencoba mendekatinya ketika aku mencoba untuk berbicara dengannya. Anak perempuan itu pergi ketika aku mengejarnya, aku tidak melihatnya lagi.

Di pagi harinya aku melihat gadis itu ada di sana aku pun mencoba mendekatinya lagi namun gadis itu terlihat takut. Aku berbicara pelan-pelan dan akhirnya aku pun bertanya siapa namanya? Namanya adalah Dina. Aku pun bertanya kembali kenapa dia sering ada disini? Dia menjawab bahwa dia dan orang tuanya sering ke sini dan di sini terakhir kali dia bertemu orang tuanya karena dia terpisah ketika sedang bermain disini. Kemudian dia bertemu orang tua angkatnya yang sering menyuruh dia untuk bekerja. Dia bekerja membantu seseorang di toko roti dan membantu mengantarkan roti itu. Ketika malam mulai datang, aku dan Dina pergi kembali ke rumah kita masing-masing.

Setelah pertemuan itu, kita semakin dekat dan menjadi sahabat tapi ketika sore harinya, Dina pulang dari pekerjaannya. Kami sering bermain bersama di danau. Malam datang tapi aku belum mengetahui isi tempat tinggal Dina. Aku heran karena setiap aku bertemu dengannya, aku melihat luka di mukanya. Akhirnya aku mengikuti Dina sampai ke rumahnya ketika mendengar sebuah teriakan dari dalam rumah saat aku mendekati rumahnya. Dina sedang dimarahi oleh orang tuanya. Aku pun tak tega melihat Dina, aku masuk dan mendorong ayah Dina dan mengajak Dina pergi. Namun, Dina tidak mau aku menariknya. Ketika aku mengajaknya di danau, dia marah dan kecewa padaku karena telah mendorong ayahnya. Dia pergi dan aku tidak tahu lagi ia pergi entah kemana.

Lima hari kemudian, aku tidak pernah melihatnya lagi di danau maupun di rumahnya. Ketika aku ke danau, aku melihat dia kemudian aku langsung menghampirinya dan meminta maaf padanya dan dia juga memaafkan kesalahanku. Lalu aku memberikan hadiah boneka yang dia inginkan, akhirnya Dina merasa bahagia. Ketika Dina sedang bersama temannya di danau, Dina melihat seorang ibu yang sedang menangis. Lalu mereka menghampirinya kemudian Dina bertanya kepada ibu tersebut, “Mengapa ibu menangis?”

Ibu itu menceritakan anak perempuannya yang hilang beberapa tahun yang lalu. Kemudian aku bertanya siapa nama anaknya? Ibu itu menjawab, “Dina.” Akhirnya Dina terkejut dan bertanya-tanya. Dina menangis dan menceritakan bahwa dia juga pernah berpisah dengan orang tuanya. Ibu dan Dina berpelukan. Semenjak itu, Dina tinggal bersama ibunya dan sering bermain di danau bersama aku.

Contoh Cerpen Persahabatan

Berikut ini contoh cerpen bersumber dari Kumpulan Cerpen Karya Anak Bangsa oleh Afwan Sutdrajat.

Judul: Sampai Akhir Menutup Mata

Penulis: Erfransdo

“Ben, kamu udah bersyukur belum hari ini?” pertanyaan yang sering dilontarkan kawanku Andi setiap harinya yang membuatku tersadar betapa pentingnya bersyukur atas kehidupan yang telah Tuhan berikan kepada kita. Alasan Andi bertanya seperti itu kepadaku tak lain ia hanya ingin membuatku ingat akan perjuangan para pahlawan yang rela mati demi mengibarkan bendera merah putih yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Sikap ramahnya membuatku semakin beruntung memiliki sahabat seperti Anda, mungkin tidak banyak orang yang seperti Andi di dunia ini.

“Andi, kamu gak latihan hari ini?”, tanyaku kepada Andi yang sedang memainkan game di ponselnya.

“Kayaknya hari ini aku gak bisa latihan, soalnya badanku kurang fit, Ben”, jawab Andi sambil menoleh ke arahku. Tidak biasanya Andi seperti itu, mungkin ia terlalu lelah karena kemarin telah berlatih renang dengan keras. Aku pun terpaksa harus berlatih renang tanpa Andi hari ini.

Aku dan Andi adalah atlet renang nasional yang tahun lalu ikut kejuaraan renang di Thailand, namun hasilnya kurang memuaskan. Kami gagal mempersembahkan medali emas bagi Indonesia. Dan tahun ini kami berharap bisa mengumandangkan lagu Indonesia Raya di negeri orang. Bulan depan aku dan Andi akan melewati masa karantina, maka dari itu kami harus mempersiapkannya dari sekarang untuk mengikuti kejuaraan renang di Singapura.

Masa karantina pun telah dimulai, semua atlet renang termasuk aku dan Andi sangat berlatih keras demi menampilkan yang terbaik di Singapura nanti. Semangat begitu terpancar di wajah Andi yang selalu melontarkan pertanyaan sakral kepadaku setiap harinya itu. “Ben, tahun ini kita harus bisa kibarkan bendera Indonesia dan kumandangkan Indonesia Raya di Singapura, bawa medali emas!” ucap Andi kepadaku ketika sedang latihan.

Tak terasa, kami pun sudah berada di Singapura dengan semangat 45 yang berkobar. Kebetulan kejuaraan ini bertepatan dengan bulan Agustus, bulan di mana Bung Karno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Andi sangat berantusias untuk memberikan kado terindah bagi ulang tahun Indonesia yang hanya beberapa hari lagi.

Dua hari lagi aku akan bertanding melawan negara-negara lainnya yang akan memperebutkan medali lewat cabang renang gaya punggung putra. Sementara sehari setelahnya Andi akan berlaga di gaya bebas putra. Meskipun Andi adalah seorang kristiani, tetapi ia sering mengingatkanku akan berdoa atau salat terlebih dahulu sebelum bertanding.

Hari ni aku gagal mengumandangkan Indonesia Raya di Singapura walaupun pencapaianku hari ini lebih baik ketimbang tahun lalu karena di kejuaraan tahun ini aku berhasil mempersembahkan medali perak bagi Indonesia.

Keesokan harinya giliran Andi sahabat terbaikku yang akan berjuang di medan perang. Ketika bertanding Andi selalu menganggap semua lawannya seperti para penjajah di masa lampau yang banyak menyengsarakan rakyat Indonesia. Dengan begitu, Andi bisa lebih bersemangat dalam bertanding. Tahun lalu Andi hanya mendapatkan medali perak dan tahun ini ia menargetkan emas untuk dibawa pulang ke Indonesia.

Semalam sebelum bertanding, Andi menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan sangat lantang. Katanya, ia harus berlatih mengumandangkan lagu Indonesia Raya untuk besok karena ia sangat yakin besok bisa menjadi juara pertama di renang gaya bebas putra sehingga bisa mengumandangkan lagu ciptaan W.R. Soepratman itu.

Hari yang ditunggu Andi pun telah tiba, ia sudah mempersiapkan segala-galanya. Dan tak lupa Andi kembali mengingatkanku lagi dengan pertanyaan sakralnya. Semua perlengkapan telah melekat di badan atletisnya itu. Tak lama setelah bel berbunyi tanda dimulainya lomba, Andi pun meluncur deras ke dalam kolam bak laut biru itu dan menyerahkan semua hasilnya pada Sang Maha Kuasa.

Andi harus menyelesaikan lomba ini dengan dua putaran. Pada putaran pertama Andi berhasil memimpin, namun ketika berputar balik kecepatannya terlihat menurun dan setelah itu tubuh Andi seakan tak terlihat lagi. Andi tak berhasil menyelesaikan perjuangannya, ia tak sadarkan diri ketika akan mendekati garis finish.

Andi telah berpulang di Singapura, semua rombongan timnas renang Indonesia termasuk aku sangat terpukul dengan kepergiannya terlebih Andi adalah sahabat terbaikku selama ini. Namun perjuangannya tidaklah sia-sia, impiannya untuk mengumandangkan lagu Indonesia Raya tidaklah sepenuhnya gagal. Untuk menghormati dan memberikan selamat jalan kepada Andi, lagu Indonesia Raya pun berkumandang di Singapura. Dan aku yakin, Andi pun pasti ikut bernyanyi bersama kami.

Aku bangga memiliki sahabat seperti Andi yang berjuang habis-habisan di medan perang walaupun kondisinya tidak begitu baik hanya untuk bisa kibarkan merah putih dan kumandangkan Indonesia Raya sampai akhir hanyatnya, sampai matanya benar-benar takkan pernah terbuka lagi.

Halaman: