Kementerian Perhubungan (Kemenhub) merekomendasikan kenaikan tarif kereta rel listrik (KRL) atau commuter line mulai berlaku pada 1 April 2022.
Berdasarkan hasil tiga studi analisis Kemampuan Dan Kemauan Membayar (ATP-WTP) disimpulkan, harga tiket KRL dapat naik ke kisaran Rp 5.000 untuk 25 kilometer (Km) pertama.
Ketiga studi analisis itu dilakukan oleh Kemenhub, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan (Balitbanghub).
Sebagai informasi, tarif KRL belum berubah sejak 2015, yakni di level Rp 3.000 untuk 25 kilometer pertama.
"Namun (transportasi) penunjangnya sudah pada naik (tarifnya), termasuk ojek online. Ini patut dipertimbangkan bagaiman KRL Jabodetabek isa ditingkatkan sesuai dengan kemampuan pengguna KRL," kata Direktur Pembina Keselamatan Kemenhub Mohammad Risal Wasal dalam diskusi daring 'Pelayanan Baru dan Penyesuaian Tarif Commuter Line', Rabu (12/1).
Kemenhub melakukan studi ATP-WTP dengan jumlah responden sebanyak 6.841 orang dari lima stasiun, yakni Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Serpong. Studi itu menemukan rata-rata kemampuan bayar atau ATP konsumen commuter line mencapai Rp 8.486 per orang, sedangkan kemauan membayar atau WTP senilai Rp 4.625.
Metode yang digunakan Kemenhub dalam menghitung ATP adalah mengaitkan upah minimum provinsi (UMP) setiap daerah stasiun. Sementara itu, nilai WTP didapatkan dari survei langsung ke pengguna KRL.
Plt Kasubdit Penataan dan Pengembangan Jaringan Kemenhub Arif Anwar mengatakan pihaknya telah mengajukan penyesuaian KRL tahun ini. Saat ini, Kemenhub sedang menggodok penyesuaian tarif yang tepat sebelum dinaikkan.
Menurutnya, penyesuaian tarif ini akan meringankan beban pemerintah dalam subsidi kewajiban layanan publik atau public service obligation (PSO). Pasalnya, nilai PSO yang diberikan pemerintah ke PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) terus meningkat sejak 2017, sedangkan tarif KRL tidak berubah sejak 2015.
Berdasarkan data KCI, nilai PSO yang diberikan pemerintah mencapai Rp 1,99 triliun pada 2021 atau naik 28,3% dari realisasi 2020 senilai Rp 1,55 triliun. Capaian itu juga naik 57,81% jika dibandingkan dengan PSO pada 2017 senilai Rp 1,26 triliun.
Secara rinci, KCI membutuhkan dana hingga Rp 14.981 per orang untuk dapat mengoperasikan KRL. Dengan kata lain, PSO yang diberikan per penumpang adalah Rp 11.981 per orang dengan perhitungan tarif saat ini.
"Kenaikan tarif ini dalam rangka untuk mengurangi beban PSO," kata Arif.
Sementara itu, studi ATP-WTP Balitbanghub menemukan ATP pada 25 kilometer pertama adalah Rp 4.988, sedangkan WTP mencapai Rp 5.400. Metode perhitungan ATP-WTP yang dipilih Balitbanghub adalah menghubungkan antara pendapatan pengguna KRL dengan pengeluaran transportasi.
Terakhir, studi ATP-WTP yang dilakukan YLKI menemukan KCI memiliki ruang untuk menaikkan tarif senilai Rp 2.000 pada 25 kilometer pertama menjadi Rp 5.000. Implikasi dari penyesuaian tarif itu adalah terkikisnya jumlah penumpang KCI sebanyak 3%.
Namun demikian, sebanyak 95,5% penumpang KRL menyatakan akan tetap menggunakan KRL jika terjadi kenaikan tarif. Secara rinci, ATP hasil studi YLKI adalah Rp 5.156 untuk 25 kilometer pertama.
"Saya kita moda transportasi commuter line jadi moda transportasi yang dianggap paling murah, sehingga loyalitas pada commuter line sangat tinggi," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi.
Inovasi Distribusi Tiket
Untuk meningkatkan efisiensi PSO, KCI berencana untuk mengubah pembelian tiket di masa depan. Dengan demikian, tarif KRL nantinya akan disesuaikan dengan pendapatan penumpang berdasarkan data kependudukan.
Direktur Operasi dan Pemasaran KCI Wawan Ariyanto mengatakan perseroan saat ini sedang mengembangkan pembelian tiket dengan teknologi account based ticket (ABT). Adapun, ABT akan dihubungkan dengan kartu multitrip (KMT) yang menjadi alat pembayaran KRL saat ini.
Menurutnya, ABT akan memilah penumpang yang berhak mendapatkan PSO dan tidak. Dengan kata lain, tarif yang diterima sebagian penumpang dapat mencapai Rp 14.981 untuk 25 kilometer pertama.
"(Secara) prinsip, kalau (sistem ABT) disetujui, kami siap karena kami sedang membangun sistem ABT. Saya yakin ini akan memberikan SPO yang tepat sasaran," kata Wawan.