Cek Fakta: Benarkah Vaksin Mengandung MSG, Formalin, dan Aluminium?

ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/nym.
Petugas medis menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada anak saat vaksinasi massal di Stadion Pakansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (19/2/2022).
4/3/2022, 08.00 WIB
 

Kabar simpang-siur mengenai bahan dasar pembuatan vaksin Covid-19 masih riuh bergema di media massa. Di sisi lain, pemerintah terus menggencarkan imbauan dan sosialisasi vaksin virus corona. 

Beberapa waktu lalu sempat beredar postingan di Instagram mengenai indikasi kandungan berbahaya dalam vaksin Covid-19. Narasi yang diunggah sejak 13 Juni 2021  itu hilang timbul di lini massa hingga kini. 

Di sana disebutkan, kandungan itu antara lain fenoksietanol, aluminium, formalin, monosodium glutamat (MSG), polysorbate 20 & 80, merkuri, serta jaringan hewan dan sel diploid manusia dari janin.

Tidak hanya menyebarkan informasi beberapa kandungan dalam vaksin covid-19, pengguna Instagram  juga menjabarkan efek samping dari masing-masing kandungan. Adapun isi informasi kandungan vaksin Covid-19 itu, sebagai berikut. 

"Bahan-bahan yang biasanya terdapat dalam vaksin :

  • Fenoksietanol -> beracun bagi ginjal, sistem saraf, dan hati. Paparan jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan organ. Efek beracun dapat terjadi melalui inhalasi, paparan kulit, dan menelan.
  • Aluminium -> penelitian mengkaitkan paparan tubuh terhadap aluminium tingkat tinggi dengan kejadian neurotoksisitas, penyakit Alzheimer, dan kanker payudara.
  • Formalin -> karsinogen yang juga bisa menyebabkan reaksi alergi. Bukti menunjukkan bahwa formalin dapat menyebabkan kanker nasofaring yang langka, yaitu bagian atas tenggorokan di belakang hidung.
  • MSG -> dikaitkan dengan obesitas, gangguan metabolisme, Sindrom Restoran Cina, efek racun pada saraf dan efek merugikan terhadap organ reproduksi.
  • Polisorbat 20 & 80 -> secara kasual dikaitkan dengan peningkatan resiko penggumpalan darah, stroke, serangan jantung, gagal jantung, dan pertumbuhan tumor atau kambuhnya pasien dengan kanker jenis tertentu.
  • Thimerosal / merkuri -> bahkan dalam jumlah kecil, dapat menimbulkan efek racun pada sistem saraf, pencernaan, dan imun, paru, ginjal, kulit, dan mata."
  • Jaringan hewan dan sel diploid manusia dari janin -> walaupun injeksi DNA lain dari manusia dan hewan dianggap tidak berisiko, implikasi jangka panjangnya masih didebatkan dan dimonitor."

Penelusuran Fakta

Organisasi Kesehatan Dunia alias WHO menjelaskan, ada tujuh komponen yang terdapat dalam vaksin covid-19, yaitu:

  1. 1. Antigen, yaitu sebagian kecil dari organisme  penyebab penyakit atau versi yang dilemahkan, sehingga tidak berbahaya. Gunanya agar tubuh manusia dapat mempelajari cara tepat melawan antigen, tanpa jatuh sakit.
  2. 2. Pengawet untuk mencegah vaksin terkontaminasi setelah ampulnya dibuka. Tidak semua vaksin memiliki pengawet, karena disimpan dalam dosis tunggal dan dibuang bila telah diberikan kepada manusia. Meski begitu, pengawet yang biasa digunakan adalah 2-fenoksietanol yang sudah digunakan selama bertahun-tahun pada sejumlah vaksin
  3. Stabilisator untuk mencegah adanya reaksi kimia dalam vaksin, dan menjaga agar komponen vaksin tidak menempel pada ampul vaksin. Beberapa jenis stabilisator antara lain gula, asam amino, dan protein
  4. Surfaktan untuk memastikan semua bahan di dalam vaksin tetap tercampur, tidak mengendap, dan tidak menggumpal.
  5. Pelarut untuk membentuk vaksin dengan konsentrasi yang tepat sebelum digunakan. Pelarut yang sering digunakan adalah air steril
  6. Residu yaitu jumlah kecil dari berbagai zat yang digunakan dalam pembuatan vaksin dan berupa bahan tidak aktif. 
  7. Adjuvan yang dapat meningkatkan respons imun terhadap vaksin. Tidak semua vaksin mengandung adjuvan, namun jenis adjuvan yang digunakan biasanya berupa aluminium dalam bentuk aluminium fosfat, aluminium hidroksida, atau kalium aluminium sulfat. Dalam paparan ini juga dijelaskan bahwa manusia sudah biasa memakan dan meminum aluminium dan terbukti tidak menyebabkan masalah kesehatan dalam jangka panjang.

Lebih lanjut, salah satu vaksin yang banyak dipakai di Indonesia yaitu vaksin Sinovac sendiri terdiri atas lima bahan, yaitu:

  1. Virus yang sudah dilemahkan
  2. Aluminium hidroksida sebagai peningkat kemampuan vaksin
  3. Larutan fosfat sebagai penjaga stabilitas vaksin
  4. Natrium Klorida (NaCl) atau larutan garam
  5. Air

Melansir laman Kementerian Kesehatan, juru bicara vaksin Covid-19 PT Bio Farma, Bambang Hermanto menjelaskan bahwa tidak ada kandungan boraks, formalin, merkuri, dan pengawet dalam vaksin yang digunakan di Indonesia.

“Vaksin yang akan digunakan di masyarakat telah melalui tahapan pengembangan dan serangkaian uji yang ketat, sehingga terjamin kualitas, keamanan, dan efektifitasnya di bawah pengawasan BPOM serta memenuhi standar internasional,” kata Bambang dalam laman Sehat Negeriku milik Kementerian Kesehatan.

Di sisi lain, masyarakat mulai dapat menyaring info benar atau salah terkait kandungan vaksin. Dalam survei yang dilakukan Katadata Insight Center (KIC), Google Initiative, dan Asparindo menunjukkan bahwa masyarakat sudah semakin sadar pentingnya vaksinasi Covid-19. 

Tercatat sebanyak 91 % responden sepakat bahwa vaksin efektif menangkal virus Covid-19. Sisanya, 8,5 % responden masih ragu-ragu dan 0,6 % responden tidak setuju bahwa vaksin dapat menangkal virus Covid-19. Dari sisi keamanan, 93 % responden menyatakan bahwa vaksin yang digunakan di Indonesia tergolong aman, kemudian 6,3 % masih ragu-ragu dan 0,3 % responden masih belum setuju terhadap keamanan vaksin bagi manusia.

Survei juga menunjukkan bahwa masih ada segelintir masyarakat yang percaya dengan hoaks terkait vaksin Covid-19. Hoaks yang paling dipercaya sejauh ini adalah vaksin Covid-19 tidak diperlukan jika masih bisa menjaga pola hidup sehat. Narasi ini dipercaya oleh 16,8 % responden.

Kemudian, 12,4 % responden percaya bahwa vaksin hanyalah konspirasi bisnis dan bahkan 9,8 % di antaranya percaya bahwa vaksin bisa menyebabkan penerimanya meninggal dunia. Ada juga hoaks bahwa vaksin Covid-19 membuat daya tahan tubuh lemah dan mudah sakit (7,7 %), ragu atas kehalalan vaksin (7,2 %), dan menyebabkan penyakit Covid-19 sendiri (6,5 %).

Merespons hoaks tersebut, 57,6 % dari total 1.061 responden sudah menerapkan prinsip “saring sebelum sharing” bila menerima informasi di media sosial. Responden ini memeriksa kebenaran berita sebelum kemudian meneruskan informasi, apabila memang informasi ini benar dan penting. 

Sebanyak 26,1 % responden berani mengoreksi pengirim berita hoaks, 13,9 % responden tidak melakukan apapun, 2 % langsung meneruskan tanpa memeriksa kebenaran. Di urutan terakhir, sebanyak 0,4 % responden memeriksa kebenaran informasi namun tidak menyebarkan informasi tersebut. 

Lebih dari setengah jumlah responden, tepatnya di angka 59,6 %, mengandalkan internet sebagai sarana pengumpulan informasi untuk klarifikasi informasi hoaks. Sumber informasi lainnya adalah keluarga, situs pemerintah, tetangga, teman, hingga tokoh agama. Berikut grafik rujukan yang digunakan responden yang dirangkum dalam Databoks:

Kesimpulan

Cek Fakta Bahaya Bahan Vaksin (Kominfo)

Narasi terkait bahan berbahaya pada vaksin Covid-19 tersebut sudah dibantah sebagai hoaks oleh pemerintah, melalui laman Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Lebih lanjut, narasi mengenai adanya kandungan aluminium dan jaringan sel pada vaksin juga sudah berkali-kali dilontarkan kepada khalayak umum.

Dalam catatan Katadata per 1 Maret 2022,  sudah ada 190 juta dosis vaksinasi pertama sudah diberikan kepada rakyat Indonesia atau setara 91,7 % keseluruhan warga. Sementara untuk vaksinasi dosis kedua sudah diberikan sebanyak 144 juta dosis dan diterima oleh 69,39 % masyarakat Indonesia.

Reporter: Amelia Yesidora

Konten cek fakta ini kerja sama Katadata dengan Google News Initiative untuk memerangi hoaks dan misinformasi vaksinasi Covid-19 di seluruh dunia.