Konferensi Asia Afrika (KAA) menjadi bagian dari peran Indonesia di dunia internasional terutama di wilayah Asia dan Afrika. Perlu diketahui bahwa kelahiran kekuatan Blok Barat dan Timur membuat kondisi dunia semakin memanas.
Negara adidaya di kedua blok tersebut, yakni Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet, berlomba-lomba mengembangkan senjata nuklir. Hal ini menjadi pemicu kekhawatiran masyarakat dunia jika sewaktu-waktu terjadi perang dunia lagi.
Pada saat itu memang sudah berdiri Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berfungsi untuk menangani masalah dunia. Namun, pada kenyatannya organisasi dunia ini belum cukup berhasil untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Di lain sisi, akibat dari masalah tersebut sebagian besar diderita bangsa-bangsa di wilayah Asia dan Afrika.
Latar Belakang Konferensi Asia Afrika
Menurut penjelaasan di situs asianafricanmuseum.org, disebutkan bahwa ide pelaksanaan Konferensi Asia Afrika berawal pada 1954, yaitu saat Perdana Menteri Ceylon, Sir John Kotelawala mengundang perdana menteri Birma (U Nu), India (Jawaharlal Nehru), Indonesia (Ali Sastroamidjojo), dan Pakistan (Mohammed Ali). Undangan tersebut bertujuan untuk mengadakan pertemuan informal di negaranya.
Tentu saja undangan tersebut diterima baik oleh Indonesia. Pada kesempatan itu, Presiden Soekano menekankan kepada Perdana Menteri Indonesia Ali Sastroamidjojo untuk menyampaikan ide diadakannya konferensi negara-negara Asia dan Afrika di Konferensi Kolombo tersebut. Soekarno menyebutkan, bahwa hal ini merupakan cita-cita bersama untuk membangun solidaritas negara-negara Asia-Afrika.
Sebagai persiapan, maka Pemerintah Indonesia mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh Kepala Perwakilan Indonesia di Asia, Afrika, dan Pasifik. Pertemuan tersebut dilaksanakan pada 9-22 Maret 1954 di Wisma Tugu, Puncak, Jawa Barat.
Pertemuan internal tersebut bertujuan untuk membahasa rumusan yang akan dibawa Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo di Konferensi Kolombo sebagai dasar usulan Indonesia untuk meluaskan gagasan kerja sama regional tingkat Asia-Afrika.
Konferensi Kolombo berlangsung dari 28 April-2 Mei 1954 betujuan untuk membicarakan masalah yang menjadi kepentingan bersama. Dalam konferensi tersebut, Perdana Menteri Indonesia mengusulkan perlunya diadakan pertemuan lain yang lebih luas di wilayah Asia-Afrika. Usulan ini berlandaskan pada adanya masalah krusial yang terjadi di negara-negara Asia dan Afrika.
Usulan tersebut diterima seluruh peserta konferensi walaupun masih dalam suasana skeptis. Konferensi ini memberikan kesempatan kepada Indonesia untuk menjajaki kemungkinan dan keputusan dimuat di bagian akhir Komunike Konferensi Kolombo.
Tujuan Konferensi Asia Afrika
Dalam buku “Aku Warga Negara Indonesia untuk SD/MI Kelas VI”, disebutkan setidaknya ada empat hal yang menjadi tujuan diadakannya Konferensi Asia Afrika. Berikut penjelasannya.
- Meningkatkan keinginan baik dan kerja sama antar negara-negara di kawasan Asia dan Afrika, serta menjajaki dan melanjutkan kepentingkan timbal balik dan kepentingan bersama.
- Mempertimbangkan masalah sosial, ekonomi, dan budaya dalam hubungannya dengan negara-negara peserta konferensi.
- Mempertimbangkan masalah tentang kepentingan khusus yang menyangkut masyrakat Asia Afrika dalam hal ini berhubungan dengan kedaulatan nasional, rasialisme, dan kolonialisme.
- Meninjau letak Asia dan Afrika dan masyarakatnya dalam dunia, serta kontribusi yang diberikan untuk meningkatkan perdamaian dunia dan kerjasama internasional.
Usaha Persiapan Konferensi Asia Afrika
Menurut penjelasan di asianafricanmuseum.org, perjuangan untuk mewujudkan Konferensi Asia Afrika tidak berhenti sampai di Konferensi Kolombo saja. Selepas itu, Pemerintah Indonesia masih melakukan beberapa upaya agar konferensi untuk negara Asia Afrika bisa dilangsungkan.
Indonesia melalui saluran diplomatik melakukan pendekatan kepada 18 negara Asia Afrika untuk mengetahui pendapat negara-negara tersebut terhadap ide pelaksanaan Konferensi Asia Afrika. Sebagian besar menyambut baik ide tersebut dan menyetujui Indonesia sebagai tuan rumah konferensi.
Tanggal 28-19 Desember 1954, Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo mengundang perdana menteri peserta Konferensi Kolombo untuk mengadakan pertemuan di Bogor. Pertemuan tersebut bertujuan untuk membicarakan persiapan Konferensi Asia Afrika.
Pertemuan tersebut berhasil merumuskan kesepakatan tentang agenda, tujuan, dan negara-negara yang akan diundang dalam Konferensi Asia Afrika. Kelima negara yang hadir dalam pertemuan di Bogor, menjadi sponsor resmi KAA dan Indonesia dipilih sebagai tuan rumah. Presiden Soekarno menunjuk Kota Bandung sebagai tempat berlangsungnya KAA.
Menjelang Konferensi Asia Afrika
Untuk mempersiapkan KAA, maka dibentuklah Sekretariat Bersama yang diwakili oleh lima negara penyelenggara. Indonesia diwakili oleh Sekretariat Jenderal Kementerian Luar negeri, Roeslan Abdugani yang juga menjadi ketua badan tersebut.
Pemerintah Indonesia juga membentuk Panitia Interdepartemental yang diketuai oleh Sekretaris Jenderal Sekretariat Bersama dengan anggota dan penasehat dari beragam departemen. Panitia ini dibentuk untuk membantu perisapan menuju KAA.
Di Bandung juga dibentuk panitia yang diketuai oleh Sanusi Hardjadinata, Gubernur Jawa Barat pada saat itu. Panitia tersebut memiliki tugas untuk mempersiapkan dan melayani hal-hal yang berhubungan dengan akomodasi, logistik, transportasi, kesehatan, komunikasi, keamanan, hiburan, protokol, penerangan, dan lain sebagainya.
Dalam kesempatan memeriksa persiapan KAA, Presiden Soekarno juga meresmikan pergantian nama Gedung Concordia menjadi Gedung Merdeka, Gedung Dana Pensiun menjadi Gedung Dwiwarna, dan sebagian Jalan Raya Timur menjadi Jalan Asia Afrika. Pergantian nama tersebut bertujuan untuk menyemarakkan konferensi dan menciptkaan suasana pertemuan yang sesuai dengan tujuan.
Negara-negara Peserta Konferensi Asia Afrika
Adapun negara yang akhirnya menjadi peserta Konferensi Asia Afrika, sebagai berikut:
- Afganistan
- Arab Saudi
- Burma (sekarang Myanmar)
- Ceylon (sekarang Sri Lanka)
- China
- Ethiopia
- Filipina
- Ghana
- India
- Indonesia
- Irak
- Iran
- Jepang
- Kamboja
- Laos
- Lebanon
- Liberia
- Libya
- Mesir
- Nepal
- Pakistan
- Sudan
- Suriah
- Thailand
- Turki
- Vietnam
- Vietnam Selatan
- Yaman
- Yordania
Pelaksanaan Konferensi Asia Afrika
Berdasarkan keterangan di asianafricanmuseum.org, pelaksanaan Konferensi Asia Afrika dibuka pada tanggal 18 April 1855. Di kesempatan kali ini, Presiden Soekarno menyampaikan pidato pembukaan dengan judul “Let a New Asia and a New Africa be Born”.
Dalam pidatonya, Presiden Soekarno menyatakan bahwa para peserta konferensi berasal dari bangsa yang berbeda dengan latar belakang sosial budaya, agama, sistem politik, hingga warna kulit yang juga berbeda. Namun dipersatukan oleh pengalaman pahit akibat kolonialisme. Maka dari itu, perlu sebuah usaha untuk mempertahankan dan memperkokoh perdamaian dunia.
Pidato Soekarno disambut baik oleh para peserta yang hadir. Kemudian secara aklamasi, Perdana Menteri Indonesia terpilih sebagai ketua konferensi. Tak hanya itu, Ketua Sekretariat Bersama juga dipilih sebagai sekretaris jenderal konferensi.
Setelah melalui persidangan yang menegangkan dan melelahkan selama satu minggu, sidang umum terakhir KAA dibuka. Dalam sidang tersebut dibacakan rumusan pernyataan dari setiap panitia sebagai hasil Konferensi Asia Afrika.
Sidang umum menyetujui seluruh pernyataan tersebut, kemudian sidang dilanjutkan dengan pidato sambutan para ketua delegasi. Setelah itu, ketua konferensi menyampaikan pidato penutupan dan menyatakan bahwa KAA resmi di tutup.
Hasil Konferensi Asia Afrika
Konsensus Asia Afrika dituangkan dalam komunike akhir yang isinya tentang:
- Kerja sama ekonomi.
- Kerja sama budaya.
- HAM dan hak menentukan nasib sendiri.
- Masalah rakyat jajahan.
- Masalah-masalah lainnya.
- Deklarasi tentang memajukan perdamaian dunia dan kerja sama internasiona.
Deklarasi yang ada di komunike tersebut kemudian dikenal dengan nama “Dasasila Bandung”. Perlu diketahui bahwa Dasasila Bandung merupakan surat pernyataan politik berisi prinsip dasar dalam usaha memajukan perdamaian dan kerja sama dunia.
Adapun isi Dasasila Bandung seperti berikut:
- Menghormati hak-hak asasi manusia dan menghormati tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip dalam Piagam PBB.
- Menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah semua negara.
- Mengakui persamaan derajat semua ras serta persamaan derajat semua negara besar dan kecil.
- Tidak campur tangan di dalam urusan dalam negeri negara lain.
- Menghormati hak setiap negara untuk mempertahankan dirinya sendiri atau secara kolektif, sesuai dengan Piagam PBB.
- (a) Tidak menggunakan pengaturan-pengaturan pertahanan kolektif untuk kepentingan khusus negara besar mana pun.
(b) Tidak melakukan tekanan terhadap negara lain mana pun. - Tidak melakukan tindakan atau ancaman agresi atau menggunakan kekuatan terhadap keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara mana pun.
- Menyelesaikan semua perselisihan internasional dengan cara-cara damai, seperti melalui perundingan, konsiliasi, arbitrasi, atau penyelesaian hukum, ataupun cara-cara damai lainnya yang menjadi pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB.
- Meningkatkan kepentingan dan kerja sama bersama.
- Menjunjung tinggi keadilan dan kewajiban-kewajiban internasional.