Kejaksaan Agung menegaskan komitmennya untuk mengusut tuntas dugaan korupsi di balik penerbitan izin ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah yang menjadi bahan baku minyak goreng. Penerbitan izin ekspor ini ditengarai membuat kerugian negara karena stok minyak goreng menjadi langka dan mahal harganya.
Dalam menjalankan komitmen ini, Kejaksaan Agung tak menutup kemungkinan untuk memeriksa Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi, jika penyidik menemukan ada dugaan keterlibatannya dalam kasus ini.
“Siapapun dan bahkan Menteri pun tetap akan diperiksa apabila sudah cukup bukti dan fakta, Pihaknya tidak akan melakukan hal-hal yang sebenarnya harus kami lakukan yang artinya siapapun pelakunya, kalau cukup bukti maka akan kami lakukan,” ujar Jaksa Agung, Burhanuddin dalam keterangan pers di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (19/4).
Komitmen ini juga menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo terkait peristiwa yang menyangkut hajat hidup masyarakat seperti kelangkaan minyak goreng.
“Khususnya tentang kelangkaan minyak goreng, dimana ini sangat ironi karena Indonesia adalah produsen CPO terbesar di dunia," jelas Burhanuddin.
Untuk itu, melalui proses penyidikan Kejaksaan Agung telah menemukan indikasi kuat, bahwa adanya perbuatan tindak pidana korupsi terkait pemberian persetujuan ekspor minyak goreng.
Penerbitan izin ini membuat masyarakat menjadi susah, karena harus mengantre akibat terjadinya kelangkaan minyak goreng.
Akibat kondisi ini, negara bahkan harus menguncurkan bantuan langsung tunai minyak goreng yang nilainya mencapai Rp 6,4 triliun.
"Dalam kondisi kelangkaan minyak goreng yang menyulitkan masyarakat, Negara harus hadir dan hari ini adalah langkah hadirnya Negara untuk mengatasi dan membuat terang tentang apa yang sebenarnya terjadi tentang kelangkaan minyak goreng ini," ucap Burhanuddin.
Berikut data kelompok penerima BLT minyak goreng:
Sebelumnya Kejaksaan Agung telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pemberian izin ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya seperti minyak goreng, pada periode Januari 2021 hingga Maret 2022.
Mereka adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen PLN Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana, serta tiga orang dari pihak swasta, yaitu Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group, Stanley MA, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, serta General Manager PT Musim Mas, Togar Sitanggang.
Pemufakatan jahat di antara tersangka Indrasari selaku Dirjen PLN Kemendag dengan Stanley, Parulian, dan Togar Sitanggang diduga menjadi penyebab minyak goreng menjadi langka dan harganya mahal. Sebab, ketiga tersangak dari pihak swasta menjalin komunikasi intens untuk meminta penerbitan izin ekspor CPO.
Padahal, ketiga perusahaan tidak berhak mendapatkan persetujuan ekspor karena tidak memenuhi syarat. Ketiga perusahaan tersebut telah mendefinisikan harga tidak sesuai dengan harga penjualan di dalam negeri. Kemudian, tidak mendistribusikan minyak goreng ke dalam negeri sebagaimana kewajiban dalam Domestic Market Obligation (DMO), yaitu 20 persen dari total ekspor.
"Persetujuan ekspor ke eksportir yang harusnya di-decline karena enggak memenuhi syarat," ujar Burhanuddin.
Menanggapi penetapan tersangka ini, Mendag Muhammad Lutfi menekankan agar pelayanan perizinan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan transparan. Oleh karena itu, Lutfi mendukung proses hukum jika terbukti ada penyalahgunaan wewenang.
"Saya telah menginstruksikan jajaran Kemendag untuk membantu proses penegakan hukum yang tengah berlangsung karena tindak korupsi dan penyalahgunaan wewenang," kata Lutfi dalam keterangan resmi, Selasa (19/4).