KPK Duga Ade Yasin Beri Auditor Uang Mingguan Senilai Total Rp1,9 M

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU
Ketua KPK Firli Bahur (tengah) didampingi Ketua BPK Isma Yatun (kiri) menyaksikan barang bukti saat konferensi pers penetapan dan penahanan sejumlah tersangka salah satunya Bupati Kabupaten Bogor Ade Yasin di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/4/2022) dinihari.
28/4/2022, 08.40 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Bupati Bogor, Ade Yasin, dan tujuh aparatur sipil negara (ASN) menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap terkait laporan audit keuangan. Dari delapan tersangka tersebut, empat di antaranya merupakan pihak pemberi yang berasal dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor. Sedangkan empat sisanya sebagai penerima suap merupakan pegawai Badan Pemerika Keuangan Perwakilan Jawa Barat (BPK Jabar).

Dari Pemkab Bogor, selain Ade Yasin, KPK menetapkan tersangka kepada Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Bogor, Maulana Adam; Kepala Sub Bidang Kas Daerah Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Bogor, Ihsan Ayatullah; dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Kabupaten Bogor, Rizki Taufik.

Sementara dari kantor BPK Perwakilan Jawa Barat,  KPK menetapkan tersangka kepada Kepala Subauditorat Jawa Barat III BPK Jabar, Anthon Merdiansyah; Ketua Tim Audit Interim Kabupaten Bogor BPK Jabar, Arko Mulawan; Pemeriksa BPK Jabar, Hendra Nur Rahmatullah Karwita; dan Pemeriksa BPK Jabar, Gerri Ginanjar Trie Rahmatullah.

Selain uang sebesar Rp 1,024 miliar yang diduga sebagai pemberian saat operasi tangkap tangan, KPK juga menduga para auditor BPK Jabar menerima uang mingguan selama mengaudit laporan keuangan Pemkab Bogor. 

"Selama proses audit, diduga ada beberapa kali pemberian uang kembali oleh AY (Ade Yasin) melalui IA (Ihsan Ayatullah) dan MA (Maulana Adam) pada tim pemeriksa di antaranya dalam bentuk uang mingguan, dengan besaran minimal Rp 10 juta, sehingga total selama pemeriksaan Rp 1,9 miliar," jelas Ketua KPK, Firli Bahuri dalam konferensi pers pada Kamis (28/4) dini hari di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Firli menjelaskan, Ade Yasin menginginkan Laporan Keuangan (LK) Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2021 kembali memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK Jabar. WTP merupakan penilaian tertinggi dari lembaga pemeriksa keuangan atas laporan keuangan suatu instansi. Selain WTP, dua predikat lainnya: Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf (WTP-DPP) dan Wajar dengan Pengecualian (WDP).

Simak juga data mengenai opini Laporan Keuangan dari BPK:

Ade Yasin kemudian menerima laporan dari Ihsan Ayatullah, bahwa Laporan Keuangan Daerah Pemkab Bogor jelek dan jika BPK Jabar melakukan audit akan menghasilkan opini disclaimer. Tak mau hasil laporan keuangannya mendapatkan opini buruk, Ade Yasin meminta Ihsan mengusahakan agar laporan keuangan Pemkab Bogor kembali mendapatkan predikat WTP.

Setelah itu, sekitar Januari lalu, diduga terjadi kesepakatan pemberian uang antara anggota pemeriksa BPK Jabar, Hendra, dengan Ihsan dan Maulana agar mengkondisikan susunan tim audit interim di BPK Jabar. Sebagai realisasi kesepakatan, Ihsan dan Maulana diduga memberikan uang senilai Rp 100 juta secara tunai kepada Kepala Subauditoriat BPK Jabar, Anton Merdiansyah.

Anton kemudian mengkondisikan susunan tim untuk memenuhi permintaan Ihsan, sehingga objek yang diaudit hanya untuk Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tertentu agar dapat membentuk opini WTP. “Jadi ada SKPD yang tidak dilakukan pemeriksaan,” jelas Firli.

Auditor BPK Jabar kemudian mengaudit berbagai pelaksanaan proyek pada Dinas PUPR Kabupaten Bogor mulai Februari dan berjalan hingga April ini. Adapun temuan fakta tim audit ada di Dinas PUPR, salah satunya pekerjaan proyek peningkatan jalan rute kandang roda – pakan sari dengan nilai proyek Rp 94,6 miliar yang pelaksanaannya diduga tidak sesuai kontrak.

“Nanti ini harus kami dalami lagi,” ungkap Firli.

Dalam kasus ini, para tersangka pemberi uang suap diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2021 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara itu, para tersangka yang diduga menerima uang, diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2021 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Saat ini, para tersangka juga telah ditahan untuk 20 hari pertama. Mereka ditahan di empat lokasi berbeda, yaitu: Ade ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya; Maulana dan Ihsan di Rutan KPK Kavling C1, Rizki dan Arko di Rutan Gedung Merah Putih KPK; serta Anthon, Hendra, dan Gerri di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.

Reporter: Ashri Fadilla