MK akan Putuskan 7 Perkara Uji Materi UU IKN, Berikut Gugatannya

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/rwa.
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) didampingi anggota Arief Hidayat (kirI) dan Manahan MP Sitompul memimpin jalannya sidang perkara Pengujian Formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara di kantor MK, Jakarta, Selasa (5/4/2022).
30/5/2022, 12.14 WIB

Undang-Undang Ibu Kota Negara (UU IKN) kini telah sah menjadi payung hukum pemindahan ibu kota dari Jakarta menuju Kalimantan Timur. Berisi 11 bab dan 44 pasal, proses pembahasannya menghabiskan waktu 43 hari, sejak dibahas mulai 7 Desember 2021.

Di tengah persiapan pembangunan IKN, beberapa pihak mengajukan gugatan ke Mahkamah Konsitusi, karena menganggap UU IKN bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Berdasarkan situs MK, terdapat sembilan perkara terpisah yang tengah berjalan. Dari jumlah tersebut, tujuh perkara di antaranya akan mendapatkan keputusan pada Selasa (31/5).

Para pemohon ini berasal dari berbagai kalangan, dari akademisi, guru, purnawirawan TNI, sopir, masyarakat adat, hingga mantan pejabat lembaga negara.

Perkara yang akan mendapatkan putusan adalah nomor 47/PUU-XX/2022 dengan pemohon Mulak Sihotang. Dia menguji Pasal 1 ayat (2), Pasal 1 ayat (8), Pasal 5 ayat (4) UU IKN.

Mulak yang sehari-hari bekerja sebagai sopir angkot, merasa pendanaan untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan IKN serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus IKN yang bersumber dari APBN dan sumber lain merugikan dirinya.

Selain itu, pemohon menilai beberapa prosedur dalam persiapan pembentukan UU IKN telah melanggar aturan, seperti UU Penataan Tata Ruang Nomor 7 Tahun 2007, Perda Nomor 10 Tahun 2004 tentang Rencana Induk Tata Ruang Provinsi Kalimantan Timur, dan Perda Nomor 12 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur.

Perkara lain yang akan diputuskan esok hari adalah nomor 48/PUU-XX/2022, dengan pemohon Damai Hari Lubis yang berprofesi sebagai advokat.

Dalam permohonannya, pemohon menilai UU IKN tidak disusun dengan perencanaan berkesinambungan. Sebab rencana perpindahan Ibu Kota Negara tidak pernah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019.

“Ibu Kota Negara mendadak muncul dalam Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024,” ujar kuasa hukum pemohon, Arvid Martdwisaktyo, Selasa (19/4) seperti dikutip dari situs resmi MK.

Kemudian, pemohon juga mendalilkan, UU IKN tidak memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis maupun yuridis. Karena Ibu Kota Negara merupakan materi yang disebutkan dalam UUD 1945, maka setiap kebijakan yang berkaitan dengan Ibu Kota Negara mestinya dirumuskan secara komprehensif dan holistik.

Halaman:
Reporter: Ashri Fadilla