Otak Hingga Eksekutor, Peran Empat Tersangka Pembunuhan Brigadir J

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo (kanan) memberikan keterangan pers tersangka kasus dugaan penembakan Brigadir J di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (9/8/2022).
10/8/2022, 05.55 WIB

Kepala Polri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo telah mengumumkan tambahan seorang tersangka baru, dalam kasus dugaan pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.

Tersangka tersebut adalah mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo.

Dengan perkembangan ini, kini terdapat empat tersangka, yaitu Ferdy Sambo, Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada Eliezer, Brigadir Ricky Rizal, dan seorang sopir Kuwat.

Brigadir Yoshua tewas pada Jumat (8/7) bulan lalu, di rumah dinas Ferdy Sambo, di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Lalu apa peran masing-masing tersangka?

Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Komisaris Jenderal Polisi Agus Andrianto, menjelaskan dugaan perbuatan masing-masing tersangka.

Tersangka Ferdy Sambo, diduga sebagai otak di balik peristiwa pembunuhan ini, termasuk pihak yang merancang cerita fiktif untuk menutupi kejadian sebenarnya.

"FS menyuruh melakukan, dan menskenario peristiwa seolah-olah terjadi peristiwa tembak-menembak," jelas Agus dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (9/8).

Kemudian Bharada Eliezer diduga merupakan eksekutor yang menembak Brigadir Yoshua. Aksinya ini, menurut Kapolri, diduga dilakukan atas perintah Ferdy Sambo.

Sementara Brigadir Ricky dan Kuwat, diduga turut membantu dan menyaksikan peristiwa penembakan tersebut.

Berdasarkan hasil pemeriksaan keempat tersangka diduga melakukan perbuatan pidana sesuai Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, subsider Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, Juncto Pasal 55 dan 56 KUHP tentang persekongkolan.

"Ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup, atau maksimal 20 tahun penjara," jelas Kapolri.

Pada kesempatan ini, Kapolri juga menjelaskan mengenai temuan Tim Khusus dalam proses pemeriksaan. Tim Khusus menemukan fakta bahwa tidak pernah ada aksi tembak menembak di antara Brigadir Yoshua dengan Bharada Eliezer, sebagaimana laporan awal kejadian peristiwa.

Kemudian, Ferdy Sambo menggunakan senjata milik Brigadir Yoshua dan menembakannya berkali-kali ke dinding. Tindakan ini dilakukan untuk membuat kesan, seolah-olah telah terjadi aksi tembak-menembak.

Meski begitu, temuan Tim Khusus meluruskan beragam kejanggalan yang mencuat sebelumnya. Kala itu, dalam konferensi pers, Polres Metro Jakarta Selatan menyebutkan adanya aksi saling tembak yang dipicu dugaan pelecehan terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.

Akibatnya, 31 personel kepolisian kini turut diperiksa karena diduga melanggar etika profesi Polri, karena tidak profesional menangani tempat kejadian perkara.

Mereka dinilai menghambat proses penyidikan dengan menghilangkan barang bukti seperti rekaman CCTV, proses autopsi, termasuk tindakan tidak profesional saat menyerahkan jenazah Brigadir Yoshua kepada keluarga di Jambi.

"Unsur dugaan ada hal-hal yang ditutup dan direkayasa," terang Kapolri.

Akibat dugaan perilaku tidak profesional 31 personel tersebut, proses penanganan kematian Brigadir Yoshua menjadi lambat dan tidak transparan.

Sejauh ini, 11 perwira telah dikurung dalam penempatan khusus, untuk menjalani proses pemeriksaan Provost. Selain Ferdy Sambo, perwira lainnya terdiri dari dua jenderal bintang satu, dua Komisaris Besar, tiga Ajun Komisaris Besar Polisi, dua Komisaris Polisi, dan satu Ajun Komisaris Polisi.

Kapolri menilai jumlahnya masih dapat bertambah ke depan, seiring proses pemeriksaan yang terus dilakukan.