Indonesia resmi mengambil wilayah udara Kepulauan Riau dari Singapura. Hal ini ditandai dengan penandatanganan Peraturan Presiden tentang Pengesahan Perjanjian Flight Information Region (FIR).
Presiden Joko Widodo mengatakan luasan FIR saat ini menjadi 249.575 kilometer persegi. Hal ini akan meningkatkan jaminan keselamatan dan keamanan penerbangan.
"Kesepakatan ini merupakan langkah maju atas pengakuan internasional terhadap ruang udara Indonesia," kata Jokowi dalam tayangan video yang dipublikasi pada Kamis (8/9).
Selain itu, perebutan wilayah udara Natuna dan Kepulauan Riau akan meningkatkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Tak hanya itu, penyesuaian FIR akan menjadi momentum modernisasi peralatan navigasi penerbangan dan pengembangan SDM Indonesia.
Sebelum penyesuaian, pesawat yang melintas di FIR Singapura harus menghubungi operator navigasi di Singapura. Sebagai contoh, penerbangan domestik Bandara Halim, Jakarta ke Bandara Matak, Anambas harus mengontak operator navigasi penerbangan Singapura ketika memasuki Kepulauan Riau.
Sementara, penerbangan internasional dari Hongkong ke Jakarta saat melintas Indonesia di perairan Natuna harus mengontak operator navigasi penerbangan Singapura. Kemudian, penerbangan itu akan dilayani oleh AirNav Indonesia saat memasuki FIR Jakarta.
Setelah penyesuaian FIR, pesawat tersebut dapat dilayani oleh AirNav. Adapun, pesawat yang terbang di FIR Jakarta dilayani dengan teknologi satelit dan komunikasi digital.
Sementara, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan langakh tersebut memberikan manfaat bagi Indonesia.
"Ini menunjukkan Indonesia negara yang betul-betul bisa mengatur dirinya sendiri," ujar dia.
Luhut memastikan masih ada dua tugas yang diperintahkan oleh Jokowi. Kepala Negara meminta penyelesaian ekstradisi Indonesia-Singapura dan Defence Cooperation Agreement.
Dua kesepakatan itu telah memasuki tahap ratifikasi di DPR. Kepala Negara pun sudah memberikan surat presiden ke DPR. "Tidak terlalu lama lagi selesai," kata Luhut.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi bercerita bahwa selain memakan waktu yang lama, negosiasi Indonesia dan Singapura soal FIR juga alot. Terhitung sekitar 40 kali pertemuan dilakukan antara dua negara.
“Sudah dilakukan sejak 1995, dan terakhir pak Presiden pada masa awal kepemimpinan memerintahkan kepada kami untuk melakukannya,” kata Budi pada 6 Februari lalu.