Program Digitalisasi SPBU Boros Rp 196 M, MyPertamina Jalan Terus?
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan pemborosan pada keuangan PT Pertamina Patra Niaga sebesar Rp 196,43 miliar dan potensi pemborosan keuangan perusahan sebesar Rp 692,98 miliar dari pengadaan digitalisasi SPBU.
Hal ini terdapat dalam laporan BPK hasil pemeriksaan pengelolaan subsidi dan kewajiban pelayanan publik 2021 yang termuat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) 1 2022.
Dalam laporan tersebut tertulis bahwa penyusunan perkiraan pemilik atau owner estimate pada pengadaan digitalisasi SPBU Pertamina tidak sepenuhnya sesuai dengan kerangka acuan kerja, dan hasil pekerjaan yang dilaksanakan oleh Telkom Indonesia belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh Pertamina.
“Hal ini mengakibatkan pemborosan keuangan pada PT Pertamina, khususnya PT Pertamina Patra Niaga sebesar Rp 196,43 miliar dan potensi pemborosan keuangan perusahaan sebesar Rp 692,98 miliar,” tulis laporan tersebut dikutip Selasa (11/10).
BPK merekomendasikan Direksi Pertamina agar menginstruksikan Direktur Pertamina Patra Niaga untuk melakukan evaluasi dan penyesuaian kontrak dengan Telkom Indonesia sesuai dengan kondisi aktual yang terjadi di SPBU, dan memastikan digitalisasi SPBU telah dapat dimanfaatkan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Katatada.co.id telah mencoba mengonfirmasi hasil laporan BPK ini kepada Pertamina. Namun hingga berita ini dituliskan, Pertamina belum memberikan respons.
Mengutip laman resmi Pertamina, dengan adanya program digitalisasi SPBU, maka Pertamina dapat memantau kondisi stok BBM, penjualan BBM dan transaksi pembayaran di SPBU. Pada 2020 digitalisasi ini telah diterapkan di 5.518 SPBU yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Seluruh data-data tersebut juga dapat diakses secara langsung oleh Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, dan BPH Migas, sehingga dapat saling mendukung untuk pengawasan penyaluran BBM termasuk yang bersubsidi yaitu Biosolar dan Premium.
Selain itu, Pertamina juga memberikan kemudahan bagi konsumen untuk membeli produk-produk Pertamina dengan cara pembayaran non-tunai (cashless payment).
Pembayaran non-tunai di SPBU dapat dilakukan baik melalui fasilitas yang telah dikerjasamakan dengan berbagai perbankan maupun dengan Link Aja yang telah terintegrasi dengan aplikasi MyPertamina.
Melalui aplikasi ini, konsumen mendapat beragam keuntungan seperti kemudahan dan kepraktisan dalam pembayaran non tunai, akses mengetahui SPBU terdekat, meraih poin reward dengan berbagai benefit, hingga pembelian BBM dan LPG.
"Kedua cara ini merupakan langkah konkret Pertamina dalam menerapkan transparansi dalam menjalankan penugasan dari pemerintah sekaligus meningkatkan kemudahan bagi masyarakat dalam membeli produk Pertamina," dikutip dari Pertamina.com.
Sebagai informasi, tahun ini Pertamina terus melakukan sosialisasi digitalisasi SPBU melalui program MyPertamina. Melalui MyPertamina pemerintah juga berupaya untuk memantau distribusi BBM bersubsidi Pertalite dan Solar.
Nantinya, distribusi Pertalite dan Solar akan dibatasi hanya kepada yang berhak yang akan diatur melalui revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Pertamina telah membuka pendaftaran baik melalui laman subsiditepat.mypertamina.id, aplikasi digital MyPertamina, dan mendaftar langsung di lokasi SPBU sejak 1 Juli 2022. Pertamina juga mencatat nomor polisi kendaraan, terutama roda empat atau mobil, yang membeli Pertalite sejak 1 September 2022.
Sektetaris Perusahaan Pertamina Parta Niaga, Irto Ginting, mengatakan pencatatan nomor polisi mobil yang membeli Pertalite ditujukan untuk memonitor pembelian BBM bersubsidi. Pendataan tersebut hanya berlaku bagi kendaraan yang belum di daftarkan ke MyPertamina.