Dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, terkadang terdapat hal-hal yang menjadi persoalan. Persoalan tersebut terkadang mewajibkan adanya keputusan dan/atau tindakan yang disebut dengan diskresi.
Persoalan yang dimaksud tersebut berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan. Untuk memahami lebih lanjut, berikut ini pengertian diskresi beserta jenis dan akibat hukumnya.
Pengertian Diskresi
Diskresi merupakan keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Diskresi dapat diterbitkan ketika peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.
Diskresi merupakan salah satu hak pejabat pemerintahan untuk menggunakan kewenangannya dalam mengambil keputusan dan/atau tindakan. Berkaitan dengan hal tersebut, dapat dipahami bahwa diskresi merupakan keputusan. Diskresi hanya dapat dilakukan oleh pejabat pemerintahan yang berwenang, bukan pihak lain.
Selaras dengan pengertiannya, diskresi memiliki beberapa tujuan. Tujuan penggunaan diskresi adalah untuk menyelenggarakan pemerintahan, mengisi jika ada kekosongan hukum, memberikan kepastian hukum, dan mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu untuk kemanfaatan dan kepentingan umum.
Diskresi memiliki ruang lingkup dalam pemerintahan. Ruang lingkup tersebut meliputi pengambilan keputusan dan/atau tindakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang memberikan suatu pilihan keputusan dan/atau tindakan.
Selain itu, ruang lingkup diskresi yakni pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak mengatur. Ruang lingkup diskresi yang ketiga yakni ketika peraturan perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas dan adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas.
Syarat dan Jenis Diskresi
Diskresi dapat diterbitkan jika memenuhi beberapa syarat. Syarat-syarat tersebut meliputi beberapa hal sebagai berikut:
1. Pejabat Pemerintahan yang Menggunakan Diskresi
Pejabat Pemerintahan yang menggunakan diskresi harus memenuhi syarat yakni:
- Melaksanakan diskresi sesuai tujuan diskresi.
- Melaksanakan diskresi secara tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
- Melaksanakan diskresi sesuai dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).
- Tidak menimbulkan konflik kepentingan.
- Dilaksanakan atau dilakukan dengan itikad baik.
2. Diskresi yang Mengubah Alokasi Anggaran
Diskresi yang mengubah alokasi anggaran wajib disetujui dahulu oleh atasan pejabat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Persetujuan ini dilakukan jika penggunaan diskresi dalam ruang lingkup untuk:
- Pengambilan keputusan dan/atau tindakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang memberikan suatu pilihan keputusan dan/atau tindakan.
- Pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak mengatur.
- Pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas.
- Pengambilan keputusan dan/atau tindakan tersebut berpotensi membebani keuangan negara.
Prosedur penggunaan diskresi yang mengubah alokasi anggaran ini harus digunakan dengan pejabat terlebih dahulu menguraikan maksud, tujuan, substansi, serta dampak administrasi dan keuangan. Diskresi kemudian wajib dimohonkan persetujuannya secara tertulis kepada atasan pejabat yang menggunakan.
Persetujuan tersebut kemudian akan diproses dalam 5 (lima) hari kerja setelah berkas permohonan diterima. Atasan akan menetapkan apakah diskresi ditetapkan persetujuannya, petunjuk perbaikan, atau bahkan penolakan. Jika atasan tersebut menolak, maka ia harus menyampaikan alasannya secara tertulis.
3. Diskresi yang Menimbulkan Keresahan Masyarakat, Keadaan Darurat, Mendesak dan/atau Terjadi Bencana Alam
Jika terdapat penggunaan diskresi yang menimbulkan keresahan masyarakat, keadaan darurat, mendesak, dan/atau terjadi bencana alam, maka pejabat pemerintahan wajib memberitahukan kepada atasannya sebelum penggunaan diskresi. Pejabat tersebut juga wajib melaporkan kepada atasan pejabat setelah diskresi digunakan.
Pemberitahuan sebelum menggunakan diskresi tersebut dilakukan jika penggunaan diskresi dalam ruang lingkup karena adanya stagnasi pemerintahan untuk kepentingan yang lebih luas itu memiliki potensi meresahkan masyarakat.
Pelaporan pasca penggunaan diskresi karena stagnasi yang telah dijelaskan itu wajib dilakukan jika terjadi dalam keadaan darurat, mendesak, dan/atau terjadi bencana alam.
Berkaitan dengan jenis diskresi yang menimbulkan keresahan masyarakat, keadaan darurat, mendesak dan/atau terjadi bencana alam di atas, pejabat wajib menyampaikan tujuan, maksud, substansi, dan dampak yang ditimbulkan kepada atasan.
Bedanya dengan prosedur penggunaan diskresi yang mengubah alokasi anggaran, atasan tidak memberikan persetujuannya, petunjuk perbaikan, atau bahkan penolakan.
Pejabat tersebut wajib melaporkan secara tertulis kepada atasannya setelah diskresi digunakan. Pelaporan tersebut wajib disampaikan maksimal 5 (lima) hari kerja terhitung sejak penggunaan diskresi.
Akibat Hukum Diskresi
Pelaksanaan diskresi memiliki akibat hukum yang berkaitan dengan substansinya. Penggunaan diskresi termasuk dalam kategori melampaui wewenang jika bertindak melampaui batas waktu berlakunya wewenang, melampaui batas wilayah berlakunya wewenang, dan/atau tidak sesuai prosedur penggunaan diskresinya. Jika diskresi tersebut melampaui kewenangan di atas, maka diskresi menjadi tidak sah.
Selanjutnya, diskresi dikategorikan mencampuradukkan wewenang jika penggunaannya tidak sesuai dengan tujuan wewenang, tidak sesuai prosedur penggunaan, dan/atau bertentangan dengan AUPB. Jika diskresi dikategorikan mencampuradukkan wewenang, maka diskresi dapat dibatalkan.
Selain dua kategori tersebut, diskresi dapat dikategorikan sebagai tindakan yang sewenang-wenang jika dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Akibatnya, diskresi menjadi tidak sah dan tidak dapat dilaksanakan.