Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-undang dalam pembahasan tingkat II rapat Paripurna, Selasa (6/12). Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto mengatakan, jika ada yang keberatan dipersilakan untuk menempuh jalur hukum.
"Nah kalau ada memang merasa sangat mengganggu, kami persilakan kawan-kawan menempuh jalur hukum dan tidak perlu berdemo. Kami berkeinginan baik, dikau juga berkeinginan baik," kata Bambang, saat gelar konpers seusai rapat paripurna, di Kompleks Perlemen, Selasa (6/12).
Lebih jauh, ia mengatakan, jika ada yang tidak sepakat dengan pasal yang ada juga bisa menemupuh jalur hukum dengan menyampaikan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut Bambang mekanisme yang digunakan bisa dengan judicial review.
Pada kesempatan tersebut, Bambang juga mengatakan bahwa RUU KUHP tersebut telah melalui perjalanan yang panjang. Pembahasan draft RUU KUHP telah dimulai sejak 1963.
"Kami tidak pernah mengatakan ini pekerjaan sempurna, karena ini adalah produk dari manusia. Tidak akan pernah sempurna," katanya.
Dalam paripurna seluruh Partai Politik di Parlemen sepakat dengan pengesahan RUU KUHP. Hanya fraksi Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera yang memberikan catatan meski keputusan akhirnya adalah menyampaikan persetujuan.
Perwakilan dari fraksi Demokrat Santoso mengatakan dukungan terhadap pengesahan KUHP sebagai semangat pembaharuan hukum pidana. Namun Demokrat meminta pemerintah tidak merusak semangat pembaharuan itu mengkriminalisasi dan mereduksi hak masyarakat.
“Fraksi Partai Demokrat menghimbau pemerintah bahwa implementasi KUHP tidak akan merugikan masyarakat melalui pengaturan yang berpotensi kriminalisasi. Pemerintah harus bisa menjamin terpenuhinya hak masyarakat,” ujar Santoso.