Pemerintah menanggapi kekhawatiran Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) soal beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berpotensi bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
Juru Bicara Tim Sosialisasi RKUHP, Albert Aries mengatakan payung hukum pidana ini dibuat dengan menjunjung tinggi kesetaraan, privasi, kebebasan beragama, hingga jurnalisme. Ia juga mengatakan aturan ini dibuat juga dengan mempertimbangkan kesesuaian aturan internasional yang berlaku.
"Atas dasar itu KUHP mengatur dengan mempertimbangkan hak asasi dan kewajiban asasi manusia," kata Aries dalam keterangan tertulis, Kamis (8/12).
Ia mengatakan KUHP dibuat dengan mengadopsi substansi Convention for the Protection of Human Rights and Fundamental Freedom (Treaty of Rome 1950), the International Covenant on Civil and Political Rights (the New York Convention, 1966), dan Convention against Torture and other Cruel, In Human or Degrading Treatment or Punishment, 10 December 1984.
Aries juga mengatakan aturan ini telah dirancang dengan masukan masyarakat sipil terlebih dulu. "Indonesia mempertimbangkan masukan masyarakat sipil yang konon kabarnya sudah bertemu utusan PBB di Eropa," kata Aries.
Ia juga mengatakan KUHP tak mendiskriminasi perempuan, anak, kelompok minoritas, serta pers. Salah satunya dengan mengadopsi Pasal 6 huruf d UU Nomor 40 Tahun 199 tentang Pers ke Pasal 218 KUHP.
"Sehingga penyampaian kritik tidak dipidana sebab merupakan bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal yang berkaitan kepentingan masyarakat," kata Aries.
Aries juga menepis kekhawatiran PBB bahwa KUHP melegitimasi sikap sosial negatif kepada penganut kepercayaan minoritas. Ini karena pengaturan dilakukan dengan memperhatikan Konvensi Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR).
Ia lalu mengatakan pengesahan RKUHP bukan lagi karena adanya target waktu, namun karena ada kebutuhan mendesak soal pembaruan hukum pidana Indonesia.
Sebelumnya PBB menyoroti beberapa pasal KUHP baru yang dinilai bertentangan HAM. Mereka mengatakan beberapa pasal berpotensi melanggar kebebasan pers, kesetaraan, mendiskriminasi perempuan, anak, dan minoritas seksual.
PBB juga khawatir beberapa pasal akan berdampak pada hak kesehatan seksual, hak privasi, hingga memperburuk kekerasan berbasis gender.
"Ketentuan lain berisiko melanggar hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan dan dapat melegitimasi sikap sosial yang negatif terhadap kepercayaan minoritas," kata PBB.